FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Tuntutan hukuman mati terhadap Komisaris PT. Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat tengah menjadi perbincangan publik. Pakar Hukum Tindak Pidana Korupsi, Nur Basuki Minarno menilai, tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa tindak pidana korupsi tidak tepat, karena tindak pidana yang dilakukan tidak termasuk ke dalam kategori pengulangan.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga ini menilai, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya dan Asabri masuk ke dalam kategori konkursus realis atau meerdaadse samenloop. Hal ini berarti, seseorang melakukan sejumlah tindak pidana sekaligus dalam waktu yang bersamaan dan masing-masing tindak pidana berdiri sendiri.
“Ini merupakan konkursus, dalam ilmu hukum namanya konkursus realis. Jadi, melakukan beberapa perbuatan pidana, yang masing-masing perbuatan itu diancam dengan pidananya sendiri-sendiri. Jadi, tidak tepat kalau jaksa memberikan pemberatan kepada Heru Hidayat dengan alasan bahwa Heru Hidayat itu telah melakukan pengulangan tindak pidana,” kata Minarno dalam keterangannya, Rabu (8/12).
Konkursus realis ini, lanjut Basuki, berbeda dengan pengulangan tindak pidana atau residivis. Menurutnya, residivis terjadi jika seseorang melakukan tindak pidana lagi setelah sebelumnya dinyatakan bersalah berdasarkan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.
“Kasusnya Heru Hidayat kan tidak, perbuatan pidananya sudah dilakukan semua, hanya diproses tidak dalam waktu yang bersamaan. Jadi, antara kasus Jiwasraya dengan Asabri kan hampir bersamaan, hanya penuntutannya didahulukan Jiwasraya, Jiwasraya selesai kemudian baru kasus Asabri,” beber Minarno.