FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2022 rata-rata sebesar 12 persen. Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengaku, kebijakan ini dinilai akan kembali memukul kinerja Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah pemulihan akibat dampak pandemi.
Ketua Media Center Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono mengatakan, kebijakan ini dinilai serta tidak memberi kesempatan bagi sektor padat karya ini untuk pulih dan bertumbuh pascapandemi Covid-19.
“Kami menghormati proses bagaimana pemerintah memformulasikan kenaikan CHT ini. Namun, hasil akhir kebijakan seperti yang disampaikan oleh Menkeu (Sri Mulyani, Red), sangat disayangkan. Kenaikan cukai 2022 masih cukup tinggi, jauh di atas angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima oleh JawaPos.com, Rabu (15/12).
Hananto menjelaskan, kebijakan ini tentunya akan berdampak pada industri padat karya. Sebab, IHT menjadi industri penyumbang 10 persen penerimaan pajak negara dan menyerap 6 juta tenaga kerja.
“Industri ini juga salah satu yang paling resilien dalam mempertahankan tenaga kerjanya di masa pandemi, yang mana banyak sekali sektor lain yang melakukan PHK,” tuturnya.
Ia memaparkan, pemerintah memberlakukan kenaikan 12 persen mulai 1 Januari 2022. Kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi terjadi pada kategori Sigaret Putih Mesin (SPM), mulai dari 13,9 persen (golongan I) hingga 14,4 persen (golongan II B). Bahkan kategori Sigaret Kretek Tangan (SKT) pun tak luput dari kenaikan tarif cukai, dengan kenaikan tertinggi 4,5 persen.