Dominicus mengatakan, pelaksanaan uji klinis mengalami kemunduran satu bulan karena ada beberapa perubahan dari BPOM. Salah satunya, data yang belum lengkap. Sementara itu, untuk melengkapi data tersebut, dibutuhkan waktu karena ada proses yang perlu diulang. Misalnya, proses waktu membiakkan virus ada data yang kurang. ”Jadi, harus diulang, tetapi tidak lama prosesnya,” jelasnya.
Meski begitu, tim peneliti dari RSDS sudah menyiapkan partisipan untuk uji klinis fase I sekitar 100 orang. Kemudian, uji klinis fase II dibutuhkan sekitar 400 orang. ”Apa pun persyaratan yang diinginkan BPOM, untuk partisipan uji klinis fase I sudah cukup 100 orang. Nah, fase II ini kalau BPOM minta persyaratan ketat, misal harus orang yang tidak pernah divaksin sama sekali, kami belum mencapainya. Kecuali BPOM melonggarkan kriterianya,” katanya.
Dominicus menambahkan, semua persyaratan partisipan uji klinis merupakan keputusan dari BPOM. Namun, semakin lama penelitian Vaksin Merah Putih tidak dilaksanakan, semakin tidak ada orang yang belum divaksin. Sebab, saat ini penduduk Indonesia yang sudah divaksin sudah mencapai 150 juta.
”Memang di Indonesia masih cukup banyak yang belum divaksin. Namun, kelompok tersebut sebagian besar memang sudah memutuskan tidak mau divaksin. Jadi, agak kesulitan jika syarat partisipan harus belum pernah divaksin,” imbuhnya.
Meski begitu, Dominicus berharap, uji klinis Vaksin Merah Putih bisa selesai akhir Januari. Tentu, menunggu keputusan akhir BPOM yang segera dilakukan secara pararel, baik surat izin uji klinis maupun produksi vaksin yang baik.