FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Konsep toleransi beragama hanya sering diangkat dalam cakupan yang lebih luas. Namun bagaimana jika dalam cakupan keluarga. Bisakah toleransi beragama diberlakukan untuk persoalan perpindahan agama?
Hal inilah yang dibahas dalam serial diskusi yang mengangkat tema Muallaf Tionghoa dalam Toleransi Umat Beragama di Soppeng, di Studio Fajar Online, belum lama ini. Tampil sebagai pembicara utama adalah Prof Dr Hamdar Arraiyyah, salah seorang Peneliti Ahli Utama di Balai Litbang Agama Makassar.
Prof Hamdar awalnya memaparkan penelitiannya tentang toleransi beragama yang diperlihatkan warga Soppeng terhadap beberapa warga keturunan Tionghoa yang memutuskan berpindah agama. Warga keturunan Tionghoa sudah sejak lama menetap di Soppeng. Mereka awalnya memegang teguh kepercayaan leluhurnya yang rerata Konghucu atau Buddha.
Pada tahun 1960an, beberapa warga keturunan Tionghoa dilaporkan mulai mengalami konversi atau pindah agama. Baik Islam maupun Kristen. "Yang menarik dari penelitian kami, konversi agama mereka ini berjalan dengan sangat baik dan mulus. Kan biasanya kalau ada konversi agama, terjadi riak-riak di dalam keluarga atau komunitas masyarakatnya," kata Prof Hamdar.
Khusus bagi keturunan Tionghoa yang jadi Muallaf, Prof Hamdar menemukan kisah tentang dukungan yang luar biasa dari masyarakat Soppeng. Sehingga mereka merasa sangat nyaman dan bersemangat mempelajari Islam lantaran dukungan lingkungan tinggalnya.
"Ini bisa jadi pelajaran penting bagi kita semua, bahwa keputusan pindah agama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, sepatutnya direaksi seperti yang ditunjukkan masyarakat Soppeng," kuncinya.
Lantas, bagaimana konsep moderasi beragama ketika ada anggota keluarga yang ingin pindah agama? Prof Hamdar menjawab, yang harus dipahami adalah, setiap individu yang dibesarkan dalam dogma agama pasti akan bereaksi keras. Apa pun agamanya.
"Dalam keluarga muslim, beragama Islam itu harga mati. Ada konsep Islam yang begitu besar yang mempengaruhi tiap individu. Ketika dia seorang kepala keluarga, tentu dia akan menjaga mati-matian agar anggota keluarganya tetap menganut Islam. Saya rasa di agama lain juga sama, kecuali mereka yang berpikiran bebas," urainya.
Perubahan zaman, diakuinya memberikan tantangan bagi setiap kepala keluarga dalam menjaga keyakinan agama seluruh anggota keluarganya. Dia pun menyarankan, pendidikan agama sejak dini itu sangat penting dalam mengokohkan akidah seseorang. Sama pentingnya dengan mendidik soal akhlak. (aha)