FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Nama mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar kembali mencuat dalam penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia oleh Kejaksaan Agung.
Hal ini terkait pembelian dan penyewaan pesawat ATR 72-600 waktu perjanjian tahun 2013, saat Emirsyah Satar menjabat sebagai direktur utama.
Kuasa hukum Emirsyah, Afrian Bondjol, menilai kliennya tidak dapat dituntut dalam kasus ini. Sebab, Emirsyah sudah dihukum dengan kasus serupa yang sebelumnya ditangani KPK.
Afrian menjelaskan berkaitan asas Ne bis In Idem, seseorang tidak dapat dituntut kedua kali dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan dan berkekuatan hukum tetap.
Ne bis in idem ialah asas yang mengatur seseorang tidak dapat dituntut sekali lagi atas perbuatan yang sama.

"Tidak dapat lagi dilakukan penyidikan/penuntutan terkait dalam pengadaan-pengadaan tersebut karena perbuatan tersebut mempunyai obyek, subjek, dan kronologis yang sama berdasarkan Putusan PN Jakpus yang telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap," terang Afrian dalam jumpa pers di kantornya BRIS&PARTNERS, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/1/2022).
Sebagaimana diketahui, Emirsyah Satar telah dijatuhi vonis 8 tahun dan denda Rp 1 miliar oleh majelis hakim Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
Saat ini Emirsyah tengah menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Emirsyah dinyatakan terbukti melakukan tindak korupsi dan pencucian uang terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus, Rolls-Royce, ATR, dan Bombardier yang diusut oleh KPK. (dra/fajar)