FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat tampak senang mendengar hasil analisa duet Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilpres 2024. Padahal pilpres masih lama atau 2 tahun lagi.
Apalagi analisa tersebut menempatkan posisi kedua tokoh politik itu pasangan capres-cawapres yang diunggulkan.
Demikian disampaikan Anggota Majelis Tinggi Demokrat Syarief Hasan saat dihubungi Pojoksatu.id, Sabtu (5/2/2022).
“Setiap analisa tentu ada baiknya untuk menjadi masukan bagi PD kedepannya,” kata Syarief Hasan.
Kendati demikian, lanjut Wakil Ketua MPR RI itu prediksi Pilpres 2024 tersebut masih dini.
Pasalnya, penyelenggaraan Pilpres 2024 masih terbilang cukup lama tinggal dua tahun lebih.
“Pilpres masih lama namun komunikasi pèrlu ditingkatkan,” pungkas Syarief Hasan.
Diketahui, Anies Baswedan berpeluang besar memenangkan Pilpres 2024 mendatang hanya dengan menggandeng Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Syaratnya, kedua pihak harus membuat sejumlah langkah yang matang. Apalagi Anies dan AHY dinilai sama-sama memiliki bekal yang cukup.
Salah satunya adalah elektabilitas Anies dan AHY yang selalu masuk dalam hasil survei yang digelar berbagai lembaga.
Baik Anies maupun AHY, selalu tak keluar dari posisi enam besar.
Analisa itu disampaikan Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam, Jumat (4/2/2022).
“Keduanya konsisten berada di radar, dan bukan kategori tokoh dengan elektabilitas satu koma,” ujar Khoirul Umam.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang bisa membuat pasangan Anies-AHY berpeluang besar memenangkan Pilpres 2024.
Pertama, harus memiliki sponsor yang kuat.
“Jika duet Anies-AHY dipromosikan, tentunya Partai Demokrat berada di sana sebagai salah satu sponsor utama koalisi, pembentuk 20 persen presidential threshold. Itu bekal awal yang baik,” ulasnya.
Sampai saat ini, Khoirul hanya melihat dua mesin kemenangan yang bisa membawa Anies maju dan menang dalam kontestasi 2024.
Yakni dengan dukungan Prabowo Subianto bersama Partai Gerindra, dan AHY dengan Partai Demokrat.
Partai Demokrat, kata Khoirul, juga bisa menjadi magnet bagi parpol lain untuk menarik dukungan di garis ideologi nasionalis dan ideologi politik Islam.
“Mereka akan merapat untuk mendapatkan efek ekor jas (coattail effect),” yakin Khoirul.
Efek ekor jas itu, sambungnya, akan terbentuk jika partai politik pengusung capres-cawapres memiliki chemistry dan paradigma yang sama.
“Sehingga tidak ada kegamangan yang menjadi sumber split ticket voting,” jelasnya. (muf/ruh/pojoksatu)