FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Usai Dirut Krakatau Steel Silmy Karim diusir, Komisi VII DPR RI akan melakukan investigasi Krakatau Steel terkait berhentinya proyek Blast Furnance.
Dirut Krakatau Steel diusir dari ruang rapat Komisi VII DPR RI saat rapat dengar pendapat, Senin (14/2/2022).
Saat itu, Silmy sempat debat sengit dengan Wakil Ketua Komisi VII Eddy Suparno.
“Kita sepakati bahwa kita akan lakukan investigasi khusus untuk Krakatau Steel,” kata Ketua Komisi VII DPR Bambang Haryadi.
Terpisah, Komisaris Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) Roy Maningkas tak terima Dirut Krakatau Steel Silmy Karim diusir.
Roy Maningkas menyinggung pimpinan rapat Komis VII DPR Bambang Haryadi yang tidak tahu terkait capaian Krakatau Steel beberapa tahun ini.
“Bambang Haryadi itu hanya tahu sedikit soal transformasi Krakatau Steel,” kata Roy kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
“Apa perubahan dan pencapaian yang dicapai oleh manajemen Krakatau Steel tiga tahun belakangan, yang dari 8 tahunan rugi sekarang sudah 2 tahun terakhir profit (untung),” katanya lagi.
Roy Maningkas lantas menyoroti sebutan maling teriak maling yang diungkap Bambang yang ia nilai sebagai sebutan tanpa bukti dan mencemarkan nama baik Krakatau Steel.
Roy menilai tudingan Bambang soal maling teriak maling itu salah sasaran karena blast furnace itu ada sebelum manajemen Dirut Silmy.
“Sekadar informasi, proyek blast furnace ini dari yang awalnya anggaran cuma Rp6 triliun, jadi lebih dari Rp10 triliun itu sebelum manajemen sekarang memimpin,” katanya.
Ia menyebut, saat dirinya masuk menjadi komisaris tahun 2015, Krakatau Steel mengalami kerugian Rp3 triliun lebih.
“Sekarang sudah dua tahun berturut-turut profit, dan tahun 2021 mungkin kurang lebih Rp1-1,5 triliun. Kok bilang maling teriak maling?,” heran Roy.
Roy Maningkas kemudian menjelaskan dirinyalah yang meminta Menteri BUMN menghentikan produksi blast furnace karena menurutnya akan membuat Krakatau Steele merugi jika diteruskan.
“Saya orang yang meminta Menteri BUMN waktu itu dan manajemen untuk berhentikan produksi blast furnace karena kalau diteruskan Krakatau Steel akan potensi rugi Rp1,1-1,3 triliun setahun,” katanya.
“Tapi kementerian BUMN yang lama waktu itu tetap memaksa jalan, jadi kebijakan manajemen untuk menghentikan blast furnace sudah benar, menyelamatkan uang negara triliunan rupiah,” ungkapnya. (muf/pojoksatu)