FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Perang antara Rusia-Ukraina akhirnya benar-benar pecah. Rusia menyerang dengan skala penuh negara tetangganya itu dari tiga sisi yang dilakukan persis setelah sang Presiden Vladimir Putin berpidato sekitar pukul 05.00 waktu Moskow.
Dalam pidatonya, Putin mengumumkan operasi militer di wilayah Donabas. Sebagian area tersebut dikuasai oleh pemberontak Ukraina yang pro-Rusia.
”Rusia melakukan intervensi sebagai tindakan membela diri. Kami tidak ingin menduduki Ukraina, tetapi akan melakukan demiliterisasi negara tersebut,’’ ujarnya.
Dia mendesak pasukan Ukraina di garis depan untuk meletakkan senjatanya dan pulang saja. Tentu saja, hal itu tidak dituruti.
Pascapidato tersebut, pasukan dan kendaraan militer Rusia yang berada di perbatasan tampak berbondong-bondong merangsek menuju Ukraina. Tak berapa lama, ledakan terdengar di berbagai kota di Ukraina.
Termasuk di Kiev, Kramatorsk, Odessa, serta Donetsk. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Rusia melakukan serangan misil ke infrastruktur milik negaranya di perbatasan.
Ukraina juga memberlakukan status darurat militer di seluruh penjuru negeri. Zelensky meminta penduduknya untuk tenang dan mencari tempat aman.
Namun, hingga saat ini Ukraina belum mendapatkan bantuan dari negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Eropa.
Hal tersebut dikemukakan pegiat media sosial, Eko Kuntadhi melalui twitter pribadinya, Jumat (25/2/2022).
AS dan Eropa hanya memberlakukan sanksi ekonomi kepada Rusia bukan memberikan bantuan militer.
"Ternyata, sampai sekarang Ukraina dibiarkan sendiri menghadapi Rusia. AS dan Eropa hanya membalas dengan sanksi ekonomi," ucap Eko.
Lebih lanjut Eko menyebut jika hanya Jerman yang memberikan bantuan, itupun hanya helm perang sejumlah 5000 pcs saja.
"Bahkan Jerman hanya mau membantu ngirim helm perang 5000 pcs saja. Kalau berhadapan terbuka, AS ciut," lanjutnya.
Ia pun berharap perang antara Rusia dan Ukraina dapat segera selesai.
"Kasian rakyat Ukraina. Semoga perang cepat berhenti," pungkasnya. (zak/fajar)
