FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Rasa cinta tumbuh tanpa syarat, jika dirasa cocok, tentu cinta itu akan mulai muncul. Tetapi di negeri ini tidak, cinta harus bersyarat, ada hukum agama yang mengaturnya. Syaratnya harus nikah satu agama jika ingin terdaftar di KUA.
Hari ini, jagat maya dihebohkan dengan pernihakan beda agama yang berlangsung di gereja kota Semarang. Peristiwa ini tentu menjadi pembicaraan netizen, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju.
Sebetulnya siapa yang mengatur larangan pernikahan beda agama di Indonesia. Faktanya agama di Indonesia itu ada lebih dari satu, ada 6 agama yang diakui di Indonesia. Dengan ruanglingkup yang pasti akan berjumpa dengan agama yang berbeda, tentu cinta akan lahir jika pasangan itu ditakdirkan bertemu dalam suatu moment.
Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH KH Sholahuddin Al-Aiyub, angkat bicara terkait hukum pernikahan beda agama yang kembali menjadi polemik. Dia menegaskan, pernikahan berbeda agama dilarang dan tidak sah di Indonesia. Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait pernikahan silang tersebut sejak 2005.
“UU telah mengatur bahwa pernikahan beda agama tidak sah, baik secara hukum negara ataupun hukum agama. Fatwa MUI juga menyatakan demikian,” ujar Ayub, Selasa (7/3/2022). “Seharusnya aturan UU tersebut mengikat kepada semua warga di Indonesia,” sambung Ayub.
Menurutnya, fatwa larangan pernikahan beda agama dikeluarkan karena kondisi saat itu pun banyak sekali terjadi perkawinan beda agama. Di tambah lagi, di tengah-tengah masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama dengan dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan.
“Bahwa untuk mewujudkan dan memelihara ketenteraman kehidupan berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman,” kata dia, sebagaimana tertuang dalam fatwa MUI.
Fatwa MUI menyebutkan, bahwa “(1) Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. (2) Perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.” Fatwa ini diputuskan setelah merujuk sejumlah firman Allah SWT yaitu An Nisa ayat 3, Surat Ar Ruma ayat 21, surat At Tahrim ayat 6, surat Al Baqarah ayat 221, dan surat Al Mumtahanah ayat 10.
Terlepas dari syariat agama yang mengatur ini, cinta tetaplah cinta, dia bisa tumbuh kapan saja dan dengan siapa saja. Namanya perasaan dia tidak pandang bulu, beda agama tidak membuat batasan perasaan itu tidak tumbuh. Negara ini menganut pancasila katanya, Ketuhanan yang maha Esa, harusnya bisa mentoleransi pernikahan beda agama yang kemudian bisa disahkan dalam KUA. (riki/fajar)