Jangan Sesat Pikir! Profesor Bukan Gelar Tapi Jabatan, Harus Melaksanakan Tridarma

  • Bagikan
Guru Besar Fisika Teoretik FMIPA Universitas Hasanuddin, Prof. Tasrief Surungan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pengusulan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin (SYL) Limpo sebagai profesor kehormatan (honorary professor) menuai pro kontra.

Senat Akademik (SA) Universitas Hasanuddin menolak usulan tersebut. Penolakan pemberian profesor kehormatan terhadap SYL itu tertuang dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Senat Akademik, Prof Dr Ir Abdul Latief Toleng, MSc untuk ditujukan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi.

Sementara pihak yang mengusulkan yakni rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu menyebut bukan ranah senat akademik untuk mengeluarkan surat penolakan maupun persetujuan pengangkatan guru besar.

Melainkan kata dia, senat hanya memberi pertimbangan kepada rektor. Pemberian gelar profesor kehormatan hanya dilakukan oleh pimpinan tertinggi universitas, yaitu rektor.

Prof. Dwia Aries pun menegaskan, SYL sudah sangat layak diberi gelar profesor kehormatan dari Unhas. Mengingat kontribusinya sudah sangat banyak untuk masyarakat.

Anggota Dewan Professor sekaligus Guru Besar Fisika Teoretik FMIPA Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Tasrief Surungan mengungkapkan ada sesat pikir yang selama ini berkembang di masyarakat.

Karena sering dipandang bahwa professor itu adalah gelar akademik, padahal bukan. Professor itu adalah jabatan akademik puncak di universitas.

Menurutnya, istilah professor kehormatan (honorary professor) sebenarnya dimaksudkan untuk mengakomodasi kalangan profesional non-akademik yang memiliki capaian luar biasa agar bisa berkontribusi dalam kegiatan tridarma di perguruan tinggi.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan