Islah Bahrawi Bongkar Kedok dr Sunardi, Pakai Ambulans Demi Hindari Penangkapan Densus 88

  • Bagikan
Islah Bahrawi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Aksi penembakan Densus 88 Antiteror Polri hingga mengakibatkan dr Sunardi tewas, hingga kini ramai dibahas.

Direktur Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi menyatakan tidak ada prosedur yang dilanggar Densus 88.

Termasuk menembak mati dr Sunardi di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 9 Maret 2022 lalu.

Menurutnya, ini adalah hasil pengembangan dari beberapa tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya.

"Bahkan nama dr Sunardi disebut oleh Para Wijayanto, Ketua umum Jamaah Islamiyah yang sudah ditangkap beberapa tahun lalu (ditangkap 29 Juni 2019 di Bekasi, Red). Dia juga disebut oleh beberapa tersangka lainnya," kata Islah Bahrawi seperti dikutip FIN dari channel YouTube GMNU TV pada Selasa (15/3/2022).

Setelah ini, lanjutnya, akan ada beberapa orang yang ditangkap berkaitan dengan Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI).

"Dia adalah ketuanya. Ini adalah organisasi yang sudah dilarang oleh PBB, dilarang oleh Uni Eropa dan beberapa negara seperti Trinidad Tobago negara-negara di Amerika Selatan. Ini semua terjadi. Dan semua sudah dilarang," paparnya.

Mengapa dr Sunardi baru ditangkap sekarang, padahal keterlibatannya sejak tahun 2015?

"Karena harus mengumpulkan alat bukti yang cukup. UU No 5 tahun 2018 ini bukan pekerjaan mudah. Orang yang baru berniat tapi ditangkap. Buktinya dari mana? Itu yang harus di-collect (kumpulkan, Red)," imbuh Islah Bahrawi.

Karena itu, lanjutnya, Densus 88 tidak pernah kalah dalam praperadilan. Sebab, sebelum menangkap semua alat buktinya sudah cukup. "Media menyebutnya terduga. Padahal ini sudah tersangka," tukasnya.

Islah Bahrawi juga mengulas soal kondisi kesehatan dr Sunardi saat terjadi penembakan.

"Ini karena serangannya terlalu banyak, seolah-olah dr Sunardi ini lumpuh, harus pakai tongkat dan nggak mungkin melakukan perlawanan. Dia bisa berjalan," tegasnya.

Tongkat tersebut, kata Islah Bahrawi, adalah alat untuk menjaga keseimbangannya setelah kecelakaan. Islah Bahrawi menegaskan dr Sunardi tidak lumpuh.

"Dia sudah tahu akan ditangkap. Makanya dia selama berbulan-bulan kalau keluar rumahnya naik ambulans. Karena mereka tahu Densus tidak mungkin melakukan penangkapan di ambulans," tukas Islah Bahrawi.

Dia menyatakan Densus juga tidak mungkin melakukan penangkapan di rumah karena dr Sunardi buka praktek dokter. Selain itu, tidak mungkin menangkap di depan pasien serta di depan anak dan istrinya.

"Tidak mungkin juga Densus menangkap di pondok pesantren, tempat dia berasal dari Ulul Albab. Kenapa dia nggak ditangkap di pesantren? Itu standart operation procedure (SOP) di Densus," terangnya.

Islah Bahrawi menambahkan Densus tidak boleh melakukan penangkapan di lembaga pendidikan, di dalam rumah ibadah, di dalam ambulans dan di depan anak-istrinya.

"Kalau profesinya dokter, maka tidak boleh ditangkap di depan pasiennya. Ini adalah rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar," lanjutnya.

Karena itu, Densus melakukan penangkapan di jalan. "Densus membuat obstacle (rintangan, Red) di jalan. Ketika dia sedang mengendarai mobil non ambulans. Ini yang harus diketahui. Belum ada yang menyuarakan ini. Mengapa saya tahu? Karena saya juga ikut mengamati gerakan-gerakan mereka ini," tambah Islah Bahrawi.

Saat proses penangkapan, terjadi overmacht atau force majeure (keadaan memaksa, Red). Sunardi, jelas Islah Bahrawi, melakukan perlawanan, membahayakan masyarakat pengguna jalan lain dan melawan petugas.

"Dia menabrak mobil petugas. Ada dua orang petugas yang naik ke bak mobilnya dibawa sekencang-kencangnya oleh Sunardi sambil berjalan zig-zag. Tujuannya supaya dua petugas ini terlempar dari mobilnya. Dan betul orang itu sampai sekarang dirawat di rumah sakit," paparnya lagi.

(BACA JUGA:Bela dr Sunardi yang Tewas Ditembak Densus, Akun Twitter Mustofa Nahrawardaya Tumbang)

Sebelum dilakukan penembakan, dua polisi sudah menggedor-gedor kap mobil. Mereka juga mengatakan dari kepolisian. Petugas juga menyuruh supaya Sunardi berhenti disertai tembakan peringatan.

"Tetapi dia tetap tidak mau berhenti. Sehingga terpaksa dilumpuhkan dengan tembakan ke arah bawah. Makanya yang kena adalah pinggul dan tangannya. Kalau niatnya mau membunuh jidatnya yang dihajar. Kalau orang nyetir mobil itu kan yang nongol kepalanya. Tapi petugas tetap berusaha menembak ke arah bawah. Namun ajal berkata lain. Ini yang tidak diketahui oleh publik lalu melakukan asumsi-asumsi seolah-olah ini memberangus umat Islam," tukasnya.

Islah Bahrawi memastikan tidak ada hubungannya Islam dengan terorisme. Islam, lanjutnya, tidak pernah mengajarkan terorisme. "Yang mengajarkan ini hanya kelompok Khawarij dengan segala kelicikannya," tegas Islah Bahrawi.

Hingga saat ini, ada ribuan teroris yang ditangkap oleh Densus 88. Mereka yang masih hidup di penjara. Yang sudah bebas dibina.

"Mereka terderadikalisasi. Mereka terintegrasi kembali kepada negara ini. Bahkan sebagian sudah di-NU-kan. Salah satunya ustadz Sofyan Sauri. Densus juga selalu ikut dalam berbagai pengajian-pengajian. Mengapa saya tahu ini? Karen saya yang selalu keliling ke berbagai lapas di Indonesia untuk berdialog ideologis dengan mereka di penjara," pungkas Islah Bahrawi.(fin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan