FAJAR.CO.ID -- Rektor IAIN Ambon membekukan majalan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas Ambon yang menulis tentang pelecehan di kampus tersebut. Pimpinan Redaksi LPM Lintas Ambon Yolanda Agne mengatakan pihak kampus menganggap majalan tersebut mencorong nama institusi. Agne menceritakan, setelah majalah itu terbit. Sekretariat LPM Lintas didatangi oleh tiga orang.
Satu di antara ketiga orang tersebut merupakan Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Dakwah dan Usuluddin Ambon, Yusup Laisouw. Awalnya Yusup meminta agar fotonya di majalah tersebut dihapus. Nada bicara Yusup, menurut Agne, bernuansa ancaman.
"Saat itu Yusup Laisouw meminta agar fotonya di majalah tersebut dihapus dengan nada ancaman," kata Agne, Minggu (20/3). Setelah Yusup pergi, dua orang lainnya yang mengaku keluarga Yusup mengancam sambil melempar majalah LPM Lintas.
Mereka juga memukul sebanyak dua orang dari pihak LPM.
Pada Rabu (16/3), sebanyak tiga pengurus LPM Lintas diminta bertemu di ruang Senat IAIN Ambon. Ketiga pengurus itu terdiri dari Sofyan Hatapayo, Taufik Rumadaul, dan Agne sendiri.
Selama pertemuan, Agne diminta menunjukkan bukti berupa korban dan terduga pelaku kekerasan seksual.
Agne menolak permintaan itu. Dia beralasan untuk menjaga keamanan korban dan menjalankan kode etik jurnalistik pasal 5 dengan tidak menyebutkan identitas korban kejahatan asusila.
LPM Lintas kemudian meminta pihak Rektorat IAIN Ambon membentuk tim penanganan sesuai Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 5494 tahun 2019.
SK Dirjen itu tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagaman Islam. Hal itu membuat Senat IAIN Ambon marah. Kepala Biro AUAK Jamaludin Bugu bahkan mengancam akan membekukan LPM Lintas.
Pada Kamis (18/3), ancaman itu terbukti. Sebanyak empat orang dari satuan pengaman datang menutup sekretariat Lintas. LPM Lintas sebelumnya menerbitkan dua edisi majalah yang sudah beredar sejak 14 Maret 2022. Kedua edisi itu berisi liputan khusus tentang 32 mahasiswa korban pelecehan seksual. Di antara korban tersebut 25 perempuan dan tujuh laki-laki. Terduga pelaku dalam kasus ini sebanyak 14 orang. Di antaranya 8 dosen, 3 pegawai, 2 mahasiswa, dan 1 alumnus. (jpg)