Oleh: Minsarnawati
“Ibu-ibu keliling mencari minyak goreng, tak dapat malah encok. Terpaksa beli minyak gosok, lama-lama minyak gosok juga langka.” Tulisan itu adalah satu dari sekian banyak anekdot yang sedang viral saat ini yang menggambarkan situasi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan memperoleh minyak goreng. Demi minyak goreng seliter emak-emak rela mengantre berjam-jam, bahkan dilaporkan jatuh korban jiwa akibat kelelahan mencari minyak goreng dan mengantre.
Minyak Goreng sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Fenomena antrean panjang demi seliter minyak goreng dan data konsumsi minyak per kapita penduduk Indonesia yang mencapai 12,3 liter per tahun menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap minyak goreng sangat tinggi. Sehingga tidak mengherankan jika kita menemukan fakta bahwa penyakit kardiovaskuler atau penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) di Indonesia juga sangat tinggi prevalensinya. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2018), ada 15 dari 1.000 orang atau saat ini terdapat 4,2 juta orang yang menderita penyakit kardiovaskular, dan 2.784.064 diantaranya menderita penyakit jantung. Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) melaporkan 14,4 % penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit jantung koroner.
Mengapa kedua fakta ini berhubungan? Karena konsumsi lemak berlebihan termasuk yang diperoleh dari minyak goreng ini merupakan faktor risiko bersama PJPD, artinya konsumsi minyak goreng berlebih ini dapat menyebabkan beberapa kejadian penyakit seperti Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan Stroke.