FAJAR.CO.ID, TARAKAN -- Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Tarakan menerima infomasi dari salah seorang nelayan adanya temuan sebuah perahu yang tidak bertuan, Kamis (7/4) pagi. Nelayan pemilik perahu tersebut disangka hilang, Basarnas pun menindaklanjuti.
Kasi Ops dan Kesiapsiagaan pada Basarnas Tarakan, Dede Hariana menjelaskan, enam personel diterjunkan menindaklanjuti laporan. “Dua orang ini yakni Pandu dan Erwan merupakan nelayan, yang melaut sejak Rabu (6/4), tetapi saat pukul 01.00 WITA dini hari (Kamis) keduanya mengalami cuaca buruk, angin kencang dan gelombang di perairan Muara Bulungan,” bebernya, Kamis (7/4).
Keduanya ditemukan selamat setelah menepi di sebuah tugu (alat tangkap ikan). “Keduanya ini langsung menuju tugu saat kejadian, kami sempat melihat video adanya longboat yang terikat di salah satu tugu, namun sudah digenangi air, keduanya ikut dengan nelayan yang hendak kembali,” tuturnya.
“Keduanya sudah kembali dengan anggota keluarganya. Satu orang dibawa ke puskesmas, kami juga sudah secara langsung menemui para korban,” tandasnya.Dede berharap para nelayan lebih waspada saat beraktivitas di malam hari. Pasalnya beberapa pekan terakhir cuaca di Kaltara hujan disertai angina kencang. “Paling tidak mengurangi kegiatan di malam hari ketika cuaca buruk dan juga selalu melengkapi diri dengan alat keselamatan seperti life jacket,” tukasnya.
SEJAK NOVEMBER 2021
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Tarakan, Rustan menjelaskan, cuaca buruk musiman ini harusnya hanya beberapa bulan, namun berbeda dengan tahun ini yang telah mencapai 6 bulan dirasakan oleh para nelayan. “Cuaca ekstrem saat ini mengancam kami para nelayan, terlebih saat kondisi ekonomi yang mendesak beberapa tahun terakhir,” tuturnya.
Rustan menjelaskan, angin kencang berserta hujan dirasakan hanya di malam hari sekita pukul 22.00 WITA hingga dini hari menjelang subuh. “Datangnya itu malam hari, saat alat tangkap kita masih bekerja, saat beraktivitas saat ada angin kencang kita sudah tidak dapat apa-apa lagi, ditambah lagi dengan kondisi yang gelap,” lanjutnya.
Lebih lanjut, pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi kepada para nelayan, melalui grup media sosial, terkait cuaca ekstrem. “Selalu saya memberikan informasi, dan mengingatkan. Kalau informasi BMKG hanya prediksi saat kami di lokasi datang badainya kita tidak bisa apa-apa,” lanjutnya.
Rustan juga menegaskan, ancaman cuaca buruk sudah dirasakan sejak November 2021 lalu hingga sampai saat ini.
Pihaknya juga berharap pemerintah dapat memperhatikan nelayan terutama yang ditimpa musibah. “Kiami minta ke pemerintah minimal ada perhatian secara sosial, karena pekerja kaya kami kalau tidak melaut mau makan apa. Contoh rekan kami yang diterpa badai kemarin, mereka harus memperbaiki perahunya dan prosesnya panjang,” tukasnya.
Rustan juga berharap para nelayan bisa memperhatikan cuaca. “Kalau dapat cuaca buruk ataupun badai lebih baik pulang, jangan dipaksakan,” tambahnya. (tuy/lim/prokal)