FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama 17 kantor LBH di seluruh Indonesia menyatakan bahwa penundaan Pemilu 2024 bukan sekadar wacana. Melainkan sebuah rencana yang dikemukakan secara terang benderang oleh orang-orang di sekeliling Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Ketua YLBHI M. Isnur, pernyataan Jokowi soal polemik penundaan Pemilu 2024 maupun perpanjangan masa jabatan tidak bisa menjadi acuan. Terlebih, pernyataan Jokowi cenderung bersayap dan tidak secara tegas menyatakan menolak penundaan pemilu.
”Presiden tidak menyatakan bahwa ini (rencana penundaan pemilu) berbahaya dan bertentangan dengan konstitusi,” kata Isnur dalam konferensi pers secara virtual kemarin (10/4). Dia menilai, pernyataan presiden yang terkesan tidak tegas itu patut dianggap sebagai sikap yang abu-abu. ”Ucapan Jokowi ini tidak bisa dipegang sepenuhnya,” tegasnya.
Berkaca pada jejak rekam Jokowi selama ini, lanjut Isnur, banyak ucapan yang bertentangan dengan realitas. Dia mencontohkan pernyataan Jokowi yang akan memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Janji memperkuat KPK, tapi tidak kejadian,” imbuhnya.
Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Hanif Ihsan Syuhada menyebutkan, rencana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan semakin nyata terlihat. Kesimpulan itu merujuk pada hasil kajian cepat KM ITB. ”Berbagai upaya terus dicoba elite politik untuk mewujudkan rencana itu,” paparnya.
Atas dasar itu, KM ITB mendesak eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk menjunjung tinggi aturan pemilu serta masa jabatan presiden sebagaimana tertuang dalam konstitusi. ”Presiden Jokowi semestinya menjatuhkan sanksi kepada menteri-menterinya yang terbukti mendukung dan mengupayakan penundaan dan perpanjangan masa jabatan presiden,” ujarnya.