FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, temui Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani, di gedung DPR/MPR Senayan Jakarta.
Dalam pertemuanya, Mendagri bersama Wakil Ketua MPR membahas apa yang belum terselesaikan di Provinsi Aceh, pasca perjanjian perdamaian Helsinki di Aceh tahun 2005.
Baik itu soal pembangunan di Provinsi Aceh, atau janji perdamainan yang lainnya kepada rakyat Aceh. Kini semua itu dibahas kembali oleh rakyat Aceh lewat Ahmad Muzani.
"Ini pertemuan mengenai masalah aspirasi Aceh, bagaimana pembangunan Aceh, bagaimana pasca perdamaian Aceh yang intinya kita ingin agar situasi kondusif dan kemudian pembangunan aceh bisa dipercepat, Pungkas Mengadri Tito, Rabu (13/4/2022).
"Kita ketahui bahwa nanti ada undang-undang otonomi khusus aceh, undang-undang PA itu kan ada perubahan anggarannya, bagaimana untuk efektifitas anggarannya, nah yang paling utama lah kita bersyukur bahwa di aceh kan relatif stabil, bagaimana kita tetap menjaga stabilitas keamanan," sambungnya.
Pasalnya meski Aceh menjadi daerah otonomi khusus, namun Provinsi Aceh saat ini masih menjadi salah satu Provinsi termiskin di Indonesia. Bagaimana mungkin sebuah daerah yang mendapatkan anggaran dua kali lipat dari negara, tetapi rakyatnya masih banyak yang miskin dan kotanya kurang maju.
Seakan masih ada yang belum selesai di Aceh pasca kesepakatan Helsinki. Disini wakil ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan, perjanjian Helsinki untuk bagi-bagi lahan seluas 2 hektar juga belum direalisasikan oleh pemerintah.
Ditambah keinginan rakyat Aceh yang mau mengibarkan bendera kebesaran daerah Aceh untuk bisa di kibarkan bersama dengan Bendera Merah-Putih.

"Tentang 3000 mantan kombatan yang dalam perjanjian Helsinki akan mendapatkan tanah 2 hektar permantan kombatan kali 3000, itu yang kami komunikasikan. Yang kedua tentang bentuk pemerintahan provinsi yang beberapa hal itu, pemerintah provinsi Aceh mendapatkan kewenangan untuk melakukan pengelolaan sendiri yang sekarang juga dianggap belum dilakukan, yang ketiga tentang dimungkinkannya bendera Aceh yang bisa dikibarkan bersama dibawah bendera merah putih," pungkas Muzani.
"Itu lah hal-hal yang ditandatangani dalam perjanjian Helsinki tahun 2005, yang menjadi akhir dari konflik aceh. Itu yang dititipkan kepada saya diakhir tahun kemarin pada saat saya berkunjung ke aceh," sambung Muzani.
"Kemudian saya mencoba mengkomunikaskan persoalan ini kepada sejumlah menteri yang terkait. Saya sudah mengkomunikasikan dengan menteri pertanahan, tentang 3000 mantan kombatan untuk mendapatkan tanah 2000 hektar perorang, peranggota, badan itu alhamdulilah sudah dalam proses penyelesaian, tuturnya.
"Yang kedua tadi saya komunikasikan dengan menteri dalam negeri tentang beberapa hal soal bendera, soal pemerintahan aceh, dan tentang bagaimana pembangunan di aceh itu bisa lebih bergeliat lagi sehingga pertumbuhan dan perekonomian aceh lebih baik lagi dari sekarang," tutup Muzani. (riki/fajar)