FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Keputusan DPP memilih Ni'matullah alias Ulla sebagai Ketua DPD Demokrat Sulsel berujung gugatan. Sejumlah DPC Demokrat di Sulsel secara resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Partai pada Jumat (15/4/2022). Gugatan itu dibawa langsung oleh Ketua DPC Demokrat Takalar, Japri Y Timbo.
Gugatan ke Mahkamah Partai diajukan oleh tiga ketua DPC Demokrat lingkup Sulsel. Masing-masing yakni Muh Nasyit Umar (Sinjai), Rahman Rahim (Wajo), dan Muh Arasy (Bantaeng). Adapun termohon ada tiga yakni Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Sekjen Teuku Riefky Hasta, dan Ketua BPOKK Herman Khaeron.
Secara garis besar, gugatan itu dilayangkan atas aspirasi mayoritas DPC yang keberatan dengan keputusan DPP. Mereka menilai proses demokrasi dalam pemilihan Ketua DPD Demokrat Sulsel tidak berjalan sebagaimana mestinya. Suara mayoritas DPC diabaikan, ditambah lagi DPP memilih figur yang LPj-nya ditolak pada musda.
Japri menjelaskan gugatan yang dibawanya merupakan aspirasi dari mayoritas DPC. Sebelum melayangkan gugatan, pihaknya telah menggelar rapat bersama, termasuk melibatkan 16 DPC. Adapun gugatan itu akan dikawal oleh tim hukum yang dipimpin oleh Syahrir Cakkari.
"Kami menghormati proses yang berjalan, makanya protes dan keberatan atas keputusan DPP dilakukan sesuai mekanisme dan prosedur yang berlaku. Hari ini, saya mewakili mayoritas DPC Demokrat di Sulsel melayangkan gugatan ke Mahkamah Partai soal permohonan penyelesaian perselisihan internal terhadap keberatan keputusan partai," ungkap dia.
Bersama gugatan itu, Japri membeberkan pihaknya melampirkan sejumlah dokumen, termasuk bukti yang memperkuat bahwa keputusan DPP keliru dalam memilih Ulla. Adapun dokumen yang dilampirkan, antara lain yakni surat penolakan mayoritas DPC terhadap LPj Ulla, kartu anggota pemohon, dan sejumlah tautan berita.
Pihaknya juga melampirkan sejumlah nama untuk dijadikan saksi biasa maupun saksi ahli. Untuk saksi biasa terdiri dari 13 orang, yang semuanya juga merupakan ketua DPC Demokrat lingkup Sulsel. Sedangkan saksi ahli, ada dua orang yakni Margarito Kamis (dosen serta ahli hukum tata negara) dan Nurmal (konsultan politik pemilu dan pemerintahan).
Japri menjelaskan dalam gugatan, pihaknya mengurai kronologi dan dasar keberatan atas keputusan DPP. Pokok permasalahan terletak pada keputusan memilih Ulla untuk kembali memimpin Demokrat Sulsel. Padahal, dalam periode kepemimpinannya terbukti gagal, sehingga LPj-nya ditolak oleh mayoritas DPC pada musda.
Keputusan DPP itu dinilainya mengabaikan prinsip yang mestinya dijunjung tinggi oleh Demokrat. Terlebih, partai berlambang mercy tidak kehabisan kader. Masih ada figur lain yang dinilai lebih kapabel dan kredibel, seperti Ilham Arief Sirajuddin (IAS), yang faktanya berhasil menang dalam pemungutan suara pada musda.
"Gugatan ini bentuk rasa sayang kami kepada Demokrat, kami harap Demokrat tidak melenceng dan benar-benar menjadi partai yang menjunjung tinggi proses dan prinsip demokrasi. Makanya kami berharap gugatan ini diterima seluruhnya, termasuk menyatakan batal atau mencabut penetapan saudara Ulla sebagai Ketua Demokrat Sulsel periode 2022-2027," ungkapnya.
Penasihat Hukum (PH) dari mayoritas DPC Demokrat di Sulsel, Syahrir Cakkari, mengimbuhkan dalam materi gugatan, pihaknya juga memaparkan sederet kejanggalan, khususnya pada musda. Mulai dari tidak dilaporkannya LPj keuangan dan tidak dibagikannya materi LPj kepada peserta musda, khususnya para pemohon.
Ia juga menyayangkan sikap termohon III selaku pimpinan sidang pada musda yang mengabaikan keberatan dan interupsi pemohon dan sejumlah peserta sidang. Hal itu menjadi bukti bahwa ada pelanggaran terhadap hak-hak peserta sidang, dimana proses berdemokrasi kala itu tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Lebih parah lagi, Syahrir menjabarkan adanya pengabaian atas hasil voting terkait LPj Ulla, termasuk perihal siapa yang layak memimpin Demokrat Sulsel. Kala itu, 16 DPC menolak LPj Ulla. Pada forum yang sama, 16 DPC memilih IAS menjadi ketua, DPP abstain dan hanya 8 DPC yang memilih Ulla.
Yang disayangkan, kata Syahrir, adalah keputusan sepihak dari pimpinan sidang yakni termohon III yang terkesan menerima LPj Ulla, meski mayoritas pemilik suara menyatakan menolak. Langkah dari pimpinan sidang jelas menyalahi proses dan prinsip demokrasi, serta tidak dibenarkan karena akan membuat proses pengambilan keputusan selanjutnya menjadi tidak sah.
"Keputusan sepihak dari termohon III terkait keputusan musda yang seolah-olah dinyatakan diterima dengan catatan pada agenda penyampaian dan penilaian laporan pertangggungjawaban DPD Partai Demokrat Sulawesi Selatan adalah tindakan illegal/tidak sah," tegas Syahrir.
Menurut dia, hasil musda yang menolak LPj Ulla semestinya ditindaklanjuti dengan tidak bisanya yang bersangkutan untuk kembali maju mencalonkan diri sebagai ketua. Toh, yang bersangkutan semestinya dianggap cacat organisasi, sehingga tidak lagi layak untuk memimpin partai.
"Termasuk soal komitmen memajukan partai, seharusnya dapat dilihat dan dicermati, termasuk berdasarkan rekam jejak serta suara dan pandangan mayoritas DPC. Namun hal ini tidak diperhatikan sama sekali oleh para termohon khususnya termohon III yang berkewajiban melakukan verifikasi terhadap syarat calon dan syarat pencalonan," tukasnya. (ikbal/fajar)