Oleh: Sitti Hardiyanti Arhas
(Dosen Pendidikan Administrasi Perkantoran UNM)
Pada 4 April 2022, Pemerintah kembali memberlakukan syarat wajib penerbangan domestik yakni: Antigen maksimal 1x24 jam bagi masyarakat yang sudah vaksin dosis kedua, dan RT-PCR (Real Time Polymerase Chain Reaction) maksimal 3 x 24 jam bagi masyarakat yang sudah vaksin dosis pertama. Selain itu masyarakat juga harus tetap mematahi protokol kesehatan yang terbaru yakni menggunakan masker kain 3 lapis dan tidak diperkenankan berbicara baik satu arah maupun 2 arah melalui telepon maupun secara langsung selama perjalanan. Hal ini didasarkan pada Surat Edaran Penanganan COVID-19 Nomor 16 Tahun 2022 dan Surat Edaran Kementerian Perhubungan RI Nomor 36 Tahun 2022.
Pemberlakuan ini menimbulkan polemik di masyarakat setelah sebelumnya Pemerintah telah melonggarkan syarat perjalanan, terkhusus perjalanan udara yakni wajib melampirkan kartu vaksinasi COVID-19 dengan minimal 1 dosis vaksin disertakan hasil negatif tes swab/PCR maksimal 3 x 24 jam sebelum penerbangan atau tes rapid antigen maksimal 1x24 jam. Bagi yang telah menerima dosis 2 atau lebih, tidak diwajibkan menunjukkan hasil tes COVID-19.
Regulasi ini tentu menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat khususnya yang akan melakukan perjalanan udara. Terlebih lagi, bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik yang merupakan tradisi tahunan ummat muslim untuk pulang ke kampung halaman bertemu dengan orang-orang yang dirindukan. Regulasi penerbangan menjelang mudikpun telah dibocorkan oleh Wakil Presiden, Bapak Ma’ruf Amin, bahwa pelaku mudik wajib melakukan vaksin dosis 3, yakni booster.
Vaksinasi dosis 3 sendiri belum gencar dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga banyak masyarakat yang ingin melakukan mudik, terkendala masalah administrasi. Sebaiknya jauh-jauh hari sebelum mudik dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah memberikan vaksinasi dosis 3. Sehingga ada solusi nyata bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik lebaran.
Kebijakan mengenai regulasi penerbangan, yakin telah dipertimbangkan dengan baik oleh Pemerintah, terlebih saat ini telah ditemukan varian terbaru mengenai COVID-19 yakni Omicron XE yang merupakan varian paling menular dibandingkan varian-varian sebelumnya. Hal ini membuat Pemerintah tanggap untuk mencegah masuknya Omicron XE di Indonesia, dengan memperketat mobilisasi masyarakat. Salah satu hal yang terpenting dalam rangka pengimplementasian suatu kebijakan pada prinsipnya adalah cara atau langkah yang dilakukan agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Peran penting pemerintah sebagai pelaksana implementasi kebijakan lebih menentukan keberhasilannya. Bukankah setiap kebijakan publik ditujukan untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan publik dalam rangka menjaga kehidupan publik itu sendiri?
Persyaratan penerbangan yang ketat ditetapkan demi kemaslahatan ummat, terlebih bandara merupakan salah satu tempat dengan mobilisasi masyarakat yang cukup ramai, rata-rata penumpang di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, terdapat 25.000 penumpang, nah jika ini tidak diantisipasi secara tepat, tidak menutup kemungkinan lonjakan COVID-19 akan terjadi lagi. Antigen, RT-PCR, dan booster merupakan ikhtiar yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19. Rindu untuk berjumpa dengan keluarga adalah hal mendesak, namun lebih mendesak lagi untuk tidak menularkan virus kepada keluarga tercinta. Bukankah esensi dari puasa itu adalah menahan? Salah satu penerapannya adalah menahan diri untuk tidak melakukan kemungkaran kepada orang lain.
Namun, bagi masyarakat yang memenuhi syarat penerbangan untuk melakukan mudik, mematuhi protokol kesehatan adalah hal penting. Salah satu protokol kesehatan yang cukup kontroversi adalah tidak ngobrol selama perjalanan.Tidak ada salahnya mematuhi protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Mengganti aktivitas ngobrol dengan aktivitas lain yang lebih bermanfaat, seperti tidur dalam pesawat, mengagumi keindahan ciptaan Allah SWT dari pemandangan yang bisa dinikmati di atas pesawat, zikir ataupun selawat sembari menanti momen pertemuan dengan keluarga tercinta.
Mudik adalah momen yang paling dinantikan oleh perantau, menanti kebersamaan bersama keluarga seperti: orang tua, saudara, om, tante, dan keponakan. Bagi perantau mungkin, ini tidak sekedar pulang ke kampung halaman, tapi bagaimana menikmati masakan khas puasa dan bahkan lebaran yang dibuat oleh ibu tercinta. Bagaimana melihat senyum ibu yang melihat anak-anak dan cucunya dengan lahap menyantap masakannya. Olehnya itu, persyaratan penerbangan tidak seharusnya mempersulit masyarakat untuk ke kampung halaman. Pemerintah wajib menyediakan fasilitas untuk masyarakat agar tidak terkendala lagi dalam persyaratan penerbangan. Hal ini sesuai dengan pandangan Denhart, bahwa Pemerintah harus sebagai pelayan publik, bukan hanya berperan sebagai pengarah. (*)