Berdebat dengan Eks Jubir PSI Soal Unggahan AHY, Politisi Demokrat: Ngga Usah Nyunat demi Framing Ngga Penting

  • Bagikan
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai Demokrat Ardi Wirdamulia terlihat debat dengan eks Jubir PSI Dedek Prayudi soal manuver Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Debat yang dilakukan Ardi dan Dedek terpantau dilakukan lewat unggahan pada akun media sosial Twitter masing-masing.

Awal mula perdebatan ini terjadi ketika Ardi mengunggah cuitan sekaligus melampirkan video singkat orasi AHY dengan durasi 1 menit 4 detik.

Dalam cuitan Ardi, dirinya menulisakan kalau apa yang dijelaskan AHY ialah kebutuhan pokok rakyat mesti dipenuhi lebih dulu.

"Ketum @PDemokrat, Mas @AgusYudhoyono dengan jelas memberikan janji prioritasnya," tulis Ardi dalam Twitter pribadinya yang bernama @awemany, Senin (25/4/2022).

"Terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat sebelum bangun gedung-gedung megah. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," sambungnya.

Dalam video yang diunggah oleh Ardi diketahui kalau AHY sedang melakukan orasi di Banyuwangi, Jawa Timur.

Pada orasi tersebut, AHY menjelaskan kalau permasalahan di Indonesia saat ini tengah dikuasai oleh segelintir kelompok saja.

"Permalahannya hari ini sepertinya Indonesia itu baru dikuasai, dinikmati oleh segelintir sekelompok saja, betul? Yang kaya makin kaya, betul? Nah yang miskin? Makin miskin? Adil tidak? Adil tidak? Tentu tidak adil," jelas AHY.

Kemudian AHY juga menanyakan ke para hadirin yang datang, siapa yang harus memperjuangkan hal ini.

"Siapa yang harus memperjuangkan ini? Insyaallah kita semua akan berjuang berikhtiar bersama-sama," ucap AHY.

"Mohon doa bagi partai demokrat untuk bisa memperjuangkan bapak-ibu semuanya, Indonesia harus maju," sambungnya.

Lanjut AHY, tapi sebelum masyarakat ingin melihat gedung-gedung yang megah, masyarakat ingin diyakinkan perut masyarakat terisi.

"Betul? Tidak boleh ada yang kelaparan, tidak boleh ada yang susah mencari makan sehari-harinya," tutur AHY.

"Nah bapak-ibu sekalian mudah-mudahan ikhtiar ini terus mendapatkan jalan dari Allah SWT, tuhan yang maha kuasa," tambahnya.

Unggahan Ardi ternyata menyedot perhatian dari eks Jubir PSI Dedek Prayudi yang langsung ikut berkomentar perihal AHY.

Dedek bahkan menyampaikan rasa salut pada AHY yang menyampaikan narasi perihal ketimpangan sosial.

"Apresiasiku kepada mas AHY yang berani keluar dengan narasi ketimpangan," tulis Dedek, Rabu (27/4/2022).

"Fokus saja disini, tanpa perlu narasi 'rakyat rindu era SBY' karena justru ketimpangan itu meroket tinggi di era pak SBY. Ya ini cuma saran," sambungnya.

Dedek juga menampilkan sebuah grafik yang bersumber dari Bank Dunia (2020) perihal rasio gini Indonesia dari 1998-2019.

Terlihat rasio gini Indonesia meroket sejak 2004 sampai 2014 yang dibubuhkan tanda panah oleh Dedek.

Komentar dari Dedek pun segera dibalas oleh Ardi yang meminta untuk belajar ekonomi lagi agar lebih pintar.

"Saran sih bisa aja diteruskan. Tapi kalo belajar ekonominya pinter, orang ngerti kok kalau growth tinggi itu punya impact penciptaan ketimpangan," tulis Ardi.

Dirinya juga menyoroti pernyataan Dedek soal 'rindu pada SBY'. Ardi menilai kalau hal tersebut dimensinya cukup banyak.

"Rindu pada SBY itu dimensinya banyak. Karena banyak banget yang jadi berantakan pada rezim ini. Gitu," balas Ardi.

Tak lama berselang Dedek menjelaskan kalau era kepeminpinan SBY yang 10 tahun pertumbuhannya tak sampai enam persen.

"Selama 10 tahun growth era pak SBY itu gak sampai 6% lho kalau di reratakan," terang Dedek.

"Selisih hanya kurang dari 1% dengan era sekarang (sebagai pembanding karena ketimpangan menurun sejak 2015). Growth segitu sih rendah banget untuk ketimpangan yang meroket," lanjutnya.

Ardi pun membalas pernyataan Dedek yang dinilai mencoba untuk framing yang kurang penting terhadap kepemimpinan SBY.

"Ngga usah nyunat demi framing ngga penting. Ambil aja assessment yang fair," tutur Ardi.

"Bedanya memang 1%. Untuk sesuatu yang basenya adalah 5% atau 6%, itu artinya beda performance sekitar 17%-20%. Jauh," tambahnya.

Terakhir Dedek memberikan data perihal graik pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2004 hingga 2014.

"Monggo, reratakan aja sendiri. Perhatiin deh, bahkan growth ≥6 itu cuma 5 dari 10 tahun. Bahkan saat growth-nya turun ketimpangan juga naik," kata Dedek.

"Jangan kambing hitamkan growth yang sebetulnya juga biasa aja untuk meroketnya ketimpangan," jelasnya.

Debat ini pun tampaknya berakhir lantaran Ardi tak lagi membalas apa yang dilontarkan terakhir Dedek.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan