Masker Tidak Lagi Wajib, Epidemiolog: Kita Harus Sangat Hati-hati Menarasikan Ini, Jangan Sampai Membangun Euforia

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo sudah mengizinkan masyarakat tak memakai masker di ruangan terbuka atau outdoor. Menanggapi hal itu, epidemiolog meminta masyarakat tetap waspada dalam menafsirkan kebijakan tersebut.

Pasalnya tak semua ruangan terbuka itu baik, dan bukan berarti ruangan tertutup juga tak baik. Ada beberapa indikator yang memengaruhi salah satunya status vaksinasi dan booster.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman meminta masyarakat jangan terlalu bereuforia menanggapi keputusan itu. Masker dan vaksinasi adalah duet terbaik dalam mengatasi pandemi Covid-19. Sehingga menurutnya, bukan soal masker, tetapi yang utama adalah status vaksinasi seseorang.

’’Kita harus sangat hati-hati ya menarasikan ini, jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan merugikan diri sendiri,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Selasa (17/5).

Dia menambahkan, penggunaan masker adalah perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit udara seperti halnya Covid-19. Apalagi ditambah akselerasi vaksinasi. Ini jadi kombinasi signifikan yang terkontribusi dalam menurunkan potensi penularan. ’’Kombinasi ditambah dengan adanya prokes termasuk perbaikan kualitas udara dan ventilasi, ini jadi upaya kita mengarah keluar dari pandemi,” ucap dia.

Ia mengakui cakupan 2 dosis di Indonesia sudah tercukupi. Akan tetapi untuk vaksin dosis ketiga atau booster, Indonesia masih jauh dari target.

Berdasarkan data dari Our World in Data, vaksin 1 dosis mencapai 73 persen. Vaksin 2 dosis mencapai 60 persen. Dan vaksin 3 dosis atau booster baru 13 persen. Apalagi di tengah munculnya Omicron plus, kata Dicky, membuat seseorang tak cukup jika hanya divaksinasi 2 dosis.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan