FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Singapura menegaskan sikapnya menolak kedatangan Ustaz Abdul Somad (UAS) sudah sesuai Undang-Undang (UU).
Usai menolak UAS, pemerintah Singapura menyelidiki sejumlah orang yang diduga simpatisan atau pengikut UAS.
Mereka diselidiki dengan Undang-Undang Keamanan Internal. Salah satunya remaja berusia 17 tahun yang ditahan pada Januari 2020.
Remaja tersebut telah menonton ceramah UAS tentang syahid dan bom bunuh diri di YouTube.
Usai menonton ceramah UAS, remaja itu mulai percaya jika dirinya berjuang untuk ISIS dan menjadi pelaku bom bunuh diri, maka akan mati sebagai martir dan syahid.
“Jadi Anda bisa lihat, ceramah Abdul Somad memiliki konsekuensi dunia nyata,” kata ujar Menteri Hukum dan Dalam Negeri Singapura, K Shanmuga seperti dikutip FIN dari Youtube channel News Asia (CNA) pada Selasa (24/5/2022).
Seperti dilansir Strait Times, penahanan remaja berusia 17 tahun itu dilakukan berdasarkan Internat Security Act (ISA).
Dia tercatat sebagai orang termuda yang ditahan oleh otoritas Singapura pada awal 2020 lalu.
Strait Times menyebut siswa sekolah menengah itu pertama kali diselidiki pada September 2017 saat berusia 15 tahun.
Ini setelah dirinya memposting gambar Presiden Singapura Halimah Yacob di media sosial. Dalam postingannya, remaja itu meminta ISIS memenggal kepalanya.
Perjalanan remaja itu menuju radikalisasi dimulai pada 2017. Ini bermula Ketika dirinya diperkenalkan ke grup media sosial pro-ISIS.
Melalui kelompok ini, anak laki-laki itu memperoleh akses apa yang diyakininya sebagai konten eksklusif ISIS.
Dia juga kerap menonton video-video ceramah pro ISIS melalui Youtube. Ada beberapa ceramah yang diyakininya benar.
Termasuk ceramah tentang jihad, mati syahid dan aksi bom bunuh diri di berbagai negara.
Setelah terungkap pada tahun 2017, Pemerintah Singapura berusaha menjauhkan bocah itu dari jalur radikal. Namun, dia tetap menjadi pendukung setia ISIS.
Upaya konseling yang dilakukan orang tua dan pemerintah tidak berhasil. Remaja itu terus percaya pada ISIS.
Bahkan, saat ISIS runtuh, dia bersedia membantu ISIS dalam upaya propaganda via online. Remaja itu bersedia melakukan kegiatan jika diminta oleh ISIS.
Akhirnya otoritas Singapura memutuskan untuk menahan remaja tersebut. Alasan penahanan demi kebaikan bocah itu sendiri. Sebab dia masih sangat muda dan diharapkan bisa berubah.
Selama dalam tahanan, remaja itu menjalani program rehabilitasi. Termasuk konseling agama dan psikologis. Remaja itu juga diberikan hak kunjungan keluarga, melanjutkan studi selama berada dalam tahanan.
Otoritas Singapura menyebut kasus remaja itu sebagai bahan pelajaran bahwa pemuda muslim di Singapura wajib memiliki guru agama yang kredibel.
Sebelumnya, UAS menanggapi pernyataan Pemerintah Singapura melalui laman resmi Kementerian Dalam Negeri (MHA).
Menurut UAS, berbagai tuduhan yang disebutkan dalam rilis pers MHA Singapura mengungkit-ungkit persoalan lama.
UAS mengatakan, masalah-masalah seperti fatwa bom syahid, “jin kafir”, atau sebutan “kafir” untuk non-Muslim sudah selesai. Penjelasan atau klarifikasi terkait hal itu sudah disampaikan dalam berbagai video yang dapat diakses via internet.
“Semua soal itu sudah tuntas. Mereka tinggal tulis atau cari di Google. ‘Klarifikasi UAS tentang bom bunuh diri Palestina, jin dalam berhala, non-Muslim disebut kafir. Semoga mereka mendapat hidayah,” tegas UAS. (fin/fajar)