Berlawanan Reformasi, PWNU Jawa Timur Tolak Keterlibatan TNI Polri dalam Pemerintahan

  • Bagikan
Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdus Salam Shohib di antara para kiai bersama Rais Syuriah PWNU Jatim KH Anwar Manshur. (PCNU Jatim for JawaPos)

FAJAR.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menolak keterlibatan TNI/Polri dalam pemerintahan. Hal itu disebut berlawanan dengan reformasi.

Wakil Ketua PWNU Jawa Timur KH Abdus Salam Shohib menegaskan, di antara tuntutan reformasi 24 tahun lalu adalah pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu, juga tuntuan dihapuskan dwifungsi ABRI (TNI/Polri).

Gus Salam, panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, menegaskan, pengangkatan anggota TNI/Polri aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah merupakan preseden buruk yang akan membangkitkan kembali dwifungsi TNI/Polri.

”Saya mengajak semua elemen civil society (masyarakat sipil), organisasi sosial kemasyarakatan (ormas), dan lembaga sosial masyarakat (LSM), bersama-sama mengawal dan peduli dengan jalannya reformasi dan demokrasi,” ucap Gus Salam pada Minggu (29/5).

PWNU sebagai ormas Islam mengingatkan, agar tidak takut untuk kritis dan memberikan kritik konstruktif kepada pemerintah. Menurut Gus Salam, penunjukan perwira TNI/Polri aktif sebagai pejabat kepala daerah merupakan preseden buruk yang akan membangkitkan kembali dwifungsi TNI/Polri.

”Sekaligus mencederai cita-cita reformasi dan kemunduran prinsip demokrasi.” papar Gus Salam.

NU sebagai bagian elemen civil society, lanjut dia, mengingatkan penunjukan anggota TNI/Polri yang masih aktif bertugas, berlawanan dengan semangat reformasi. ”PWNU Jatim mengajak kekuatan masyarakat sipil di Indonesia bersama-sama menolak kebijakan pemerintah tersebut,” tegas Gus Salam.

Tiga sikap PWNU Jawa Timur yang disampaikan Wakil Ketua PWNU Jatim KH Abdus Salam Shohib yakni PWNU Jatim tidak sepakat dengan penunjukan TNI/Polri jadi penjabat (Pj) kepala daerah karena berlawanan dengan semangat reformasi. Pemerintah jangan memanfaatkan kewenanga dengan cara mencoreng demokrasi dan pengangkatan penjabat kepala daerah harus transparan, jujur, dan tidak berlawanan dengan nilai-nilai demokrasi yang indeksnya semakin menurun.

”Mengajak semua elemen masyarakat sipil (civil society), ormas, dan LSM, bersama-sama mengawal dan peduli dengan jalanya reformasi dan demokrasi serta tidak takut untuk kritis dan memberikan kritik konstruktif kepada pemerintah,” ujar Gus Salam.

Gus Salam juga mengingatkan, sejumlah kursi kepala daerah mulai ditinggalkan pejabat definitif. Kursi-kursi itu sementara diisi penjabat (pj) yang menggantikan pejabat definitif.

Terdapat 272 kepala daerah yang bakal habis masa jabatannya jelang 2024. Jumlah tersebut terdiri atas 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota.

Dari angka itu, 101 kepala daerah akan lengser dari kursi kepemimpinan pada 2022 dan sisanya 2023. Oleh karena pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak pada 2024, ditunjuk penjabat gubernur atau bupati atau wali kota untuk mengisi kekosongan jabatan.

Merujuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kekosongan jabatan gubernur akan diisi penjabat gubernur dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan dilantiknya gubernur definitif. Sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati dan wali kota.

Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin diangkat sebagai Pj Bupati Seram Barat (Provinsi Maluku). Selain itu, Paulus Waterpauw yang merupakan perwira bintang tiga Polri ditunjuk sebagai Pj Gubernur Papua Barat menggantikan Dominggus Mandacan. Paulus dilantik sebagai Pj oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pada 12 Mei. (jpg/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan