FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki menanggapi kegelisahan sekitar 300 ribu honorer K2 guru, tenaga administrasi, dan tenaga teknis lainnya menyusul rencana penghapusan honorer.
Dia menilai pemerintah terlihat lemah dalam menentukan skala prioritas pembangunan, termasuk di bidang sumber daya manusia (SDM).
Kondisi itu menurutnya membuat situasi tidak kondusif, terutama bagi tenaga honorer dan pekerja tidak tetap.
Prof Zainuddin Maliki menyoroti langkah pemerintah yang jor-joran membangun infrastruktur dengan biaya tinggi, seperti tol, pelabuhan yang sebagian bahkan tidak berfungsi setelah dibangun.
"Kalau itu bisa dilakukan, kenapa tidak bisa mengalokasikan anggaran untuk mengangkat guru honorer, tenaga kesehatan, atau tenaga honorer di bidang-bidang lain yang kisarannya sekitar 300 ribu itu," ujar Prof Zainuddin kepada JPNN.com, Selasa (31/5).
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menyebut pengangkatan honorer itu seharusnya juga menjadi prioritas, karena pemerintah masih membutuhkan tenaga mereka.
"Selama ini mereka sudah mengabdi dengan upah yang sangat minim. Upah yang tidak manusiawi. Indonesia ini sudah masuk G20, kok masih punya tenaga kerja yang upahnya sangat rendah," tuturnya.
Legislator PAN asal Jawa Timur itu meyakini jika ada penetapan skala prioritas dalam pengelolaan anggaran negara, maka persoalan seperti pengangkatan honorer K2 bisa diselesaikan.
"Tenaga honorer guru, misalnya, guru kita ini kan belum bisa dipenuhi oleh pemerintah. Sekitar satu juta guru yang seharusnya diangkat oleh pemerintah," ucap Zainuddin.
Dia lantas menyinggung program satu juta guru yang sempat digaungkan Mendikbud Nadiem Makarim, padahal praktiknya masih jauh dari target. "Praktiknya hanya bisa merealisasikan sekitar 293 ribu guru yang terangkat menjadi ASN, itu pun PPPK, bukan PNS," ujarnya.
Prof Zainuddin mengatakan kekurangan 1 juta guru, belum lagi ditambah yang pensiun menjadi kewajiban pemerintah menyediakannya. Hal itu penting demi memberikan pelayanan pendidikan berkualitas sebagaimana amanat konstitusi.
"Saya kira solusinya ialah, cobalah pemerintah itu mengevaluasi penetapan skala prioritas pembangunan, supaya tidak terlalu timpang," ucapnya.
Sebab, dia menilai di satu sisi ada pembangunan yang belum urgen didanai dengan dana ybesar oleh pemerintah. "Justru pembangunan SDM yang urgen, guru yang sudah memberi pengabdian dalam waktu cukup lama, itu belum bisa dipikirkan sebagaimana mestinya," kata Prof Zainuddin Maliki. (jpnn/fajar)