FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan bakal diberlakukan Juli mendatang.
Kendati demikian, kebijakan penghapusan kelas rawat inap itu diujicoba terlebih dahulu untuk melihat kesiapan rumah sakit dan mengetahui respons publik.
Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan, Arif Budiman menjelaskan, pemberlakuan itu mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam UU itu, beber mantan Kepala BPJS Kesehatan Cabang Watampone ini, dijelaskan pada Pasal 23 ayat 4 tentang rawat inap terhadap peserta JKN, Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
Menurut Arif Budiman, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diberikan tugas untuk mengonsep implementasi Kelas Rawat Inap Standar sesuai dengan amanat UU.
Belum lama ini, beber Arif, pihaknya dengan stakeholder lainnya telah menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI dengan hasil agar DJSN, Kemenkes dan BPJS Kesehatan untuk menyepakati definisi kelas standar, mendesain peta jalan (road map) implementasi KRIS Kesehatan.
Dia menambahkan, peta jalan (road map) implementasi KRIS Kesehatan akan diujicoba terlebih dahulu untuk melihat kesiapan rumah sakit dan mengetahui respons publik terhadap kebijakan tersebut. "DJSN dengan Kemenkes sedang menyiapkan ujicoba tersebut," bebernya, Rabu, 8 Juni 2022.
Ditanyakan terkait apakah adakah kenaikan terkait kebijakan pemberlakuan KRIS pada Juli mendatang?
Arif Budiman menegaskan, iuran yang berlaku saat ini belum ada perubahan terkait besarannya. "Proses ke sana (Kenaikan iuran, red) masih belum ditentukan, karena tidaklah mudah dan satu hal yang sangat dipertimbangkan dan membutuhkan waktu yang cukup panjang," kata dia.
Menurutnya, untuk kenaikan iuran tentu melihat sejumlah pertimbangan, karena hal tersebut harus diatur dalam peraturan presiden. "Jadi kami imbau masyarakat tetap tenang, karena BPJS Kesehatan berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik," jelasnya.
Sekadar diketahui, saat ini peserta BPJS Kesehatan terdiri dari penerima bantuan iuran (PBI), pekerja penerima upah (PPU), pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan bukan pekerja (BP), serta veteran.
Iuran PPU yang bekerja pada lembaga pemerintahan, BUMN, BUMD dan swasta sebesar 5 persen dari gaji/upah per bulan dengan ketentuan sejumlah 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen dibayar oleh peserta.
Sementara iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar 1 persen dari dari gaji atau upah per orang per bulan dan dibayar oleh peserta PPU.
Adapun, iuran BPJS Kesehatan yang berlaku untuk peserta PBPU serta BP adalah sebesar Rp42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III. Namun, pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp7.000 per orang, sehingga iuran peserta kelas III, yaitu sebesar Rp35.000.
Sedangkan besaran iuran peserta PBPU dan BP kelas II sebesar Rp100.000 per orang per bulan dan kelas I sebesar Rp150.000 per orang per bulan. Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan mendapatkan jaminan kesehatan yang dibayarkan oleh pemerintah.
Iurannya ditetapkan sebesar 5 persen dari 45 persen gaji pokok PNS golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun, dibayarkan per bulan. (eds)