Selain Sumber Daya, Faktor Pemimpin Sangat Menentukan Pengentasan Kemiskinan

  • Bagikan
Analis ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Andi Nur Bau Massepe

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Analis ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Andi Nur Bau Massepe berpandangan, di Sulsel ada daerah yang berkembang, ada pula yang tidak. Penyebannya, faktor sumber daya dan nonsumber daya.

Faktor sumber daya, yakni saat daerah dianugerahi sumber alam yang baik, masyarakat yang unggul, tingkat pendidikan yang baik, dan lokasi yang strategis.

Faktor nonsumber daya bila daerah itu mampu menangkap peluang dan mengelola sumber daya yang terbatas untuk memancing investasi masuk.

"Namun yang terpenting adalah faktor nonsumber daya, yaitu pemimpin daerah," katanya.

Bila pemimpin daerah gagal dan tidak mampu berbuat untuk membuat kebijakan yang dapat menumbuhkan iklim investasi dan aktivitas ekonomi, maka daerah itu juga akan tertinggal. Contohnya Bantaeng pada 2007, sangat miskin. Nurdin Abdullah lalu menjadi bupati pada 2008.

"Pada kepemimpinan Nurdin Abdullah, mampu memajukan Bantaeng yang dulu sangat tertinggal menjadi lebih maju dan dikenal," ujarnya.

Oleh karena itu, kualitas pemimpinan daerah berpengaruh penting. Yang kurang beruntung adalah daerah yang punya pemimpin yang hanya mengeruk keuntungan untuk memperkaya diri, keluarga, dan koleganya.

"Rakyat nasibnya tidak berubah. Sumber daya alam tercemar dan sama sekali daerah itu tidak maju," sesal Nur Bau.

Saat ini, yang menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat sangat banyak dan tidak bisa digeneralisasi. Namun, ia memandang sebenarnya tidak ada daerah maju atau daerah tertinggal.

Yang ada adalah daerah yang tidak terkelola dengan baik. Pemimpinan dan pemerintahnya yang tidak mampu mengangkat potensi daerah tersebut.

Hal lain yang menghambat adalah mindset pemerintah dan masyarakatnya. Mental mereka tidak dibangun. Padahal, etos kerja harus dibangun. Bila pemimpin mampu memotivasi dan menggerakkan daerah itu untuk maju, pasti akan maju.

"Yang paling utama adalah daerah itu harus membuka diri terhadap dunia luar, tidak boleh tertutup akan peluang investasi," bebernya.

Faktor Makanan

Makanan menjadi salah satu indikator kemiskinan. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan utama secara ideal, membuat seseorang dikategorikan miskin.

Analis ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Abdul Muthalib mengatakan secara teori, kemiskinan disebabkan oleh lima ketidakberuntungan (disadvantages).

Mulai keterbatasan kepemilikan aset (poor), kondisi fisik yang lemah (physically weak), keterisolasian (isolation), kerentanan (vulnerable), dan ketidakberdayaan (powerless).

"Kelima aspek tersebut menyebabkan kondisi seseorang, kelompok, atau masyarakat menjadi miskin," kata Muthalib.

Kemiskinan di Sulsel khususnya pada kuartal 4/2021 dan kuartal 1/2022 berdasarkan data BPS Sulsel, panyebab utamanya adalah makanan. Karena itu pemerintah harus segera mengambil Langkah untuk mengatasi masalah itu.

Pemetaan indikator penyebab perlu disusun, kemudian merancang program solusi dan stimulus anggaran. Baik dari APBD Sulsel, maupun kabupaten.

"Mereka harus membuka industri dan perdagangan karena kondisi Covid yang sudah mulai akur sehingga banyak melibatkan tenaga kerja dan transaksi perdagangan," paparnya.

Hal ini harus menjadi perhatian untuk lima wilayah termiskin di Sulsel. Terutama Jeneponto untuk petani garam dan empang yang tidak pernah ada perubahan.

"Dinas terkait harus segera dikerahkan untuk menjalankan program yang punya efek langsung terhadap ekonomi masyarakat," bebernya.

Selain itu, pemerintah belum menetapkan pola tepat dalam memetakan wilayah komoditas pertanian dan industri. Juga memaksimalkan pemberdayaan UMKM yang dapat banyak menyerap tenaga kerja.

"Makanya perlu ada pemberdayaan untuk UMKM dan koperasi untuk menampung dan pemecahan masalah para petani garam khususnya di Jeneponto yang memiliki angka kemiskinan tertinggi," bebernya.

Analis Ekonomi Universitas Islam Alauddin Makassar (UINAM) Bahrul Ulum menjelaskan untuk menurunkan angka kemiskinan, yang harus diperhatikan adalah pendapatan dan kesempatan kerja. Dalam teori ekonomi ada yang dikenal dengan vicious cyrcle of poverty atau lingkaran kemiskinan.

"Ada beberapa variabel atau instrumen ekonomi yang saling berkaitan, salah satunya kemiskinan," pungkasnya.

Katanya, ketika suatu daerah ingin keluar dari jerat kemiskinan, paling tidak salah satu mata rantai dari lingkaran kemiskinan ini harus diputus.

Diketahui, berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel per Maret 2022, ada lima daerah paling miskin di Sulsel. Jeneponto di urutan teratas dengan persentase 14,28 persen.

Disusul Pangkep dengan persentase 14,28 persen, Luwu Utara 13,59 persen, Luwu 12,52 persen, dan Enrekang 12,47 persen. Khusus Jeneponto, angka kemiskinan relatif “terjaga” tiap tahun. (sae/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan