FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peluang perkawinan beda agama semakin besar, mengingat Indonesia adalah negara yang beragam budaya, etnis, dan agama.
Di tengah masyarakat, seringkali didapati perempuan dan laki-laki yang saling jatuh hati dan ingin melangsungkan perkawinan, meski masing-masing berbeda agama.
Dalam situasi seperti itu, yang umum dilakukan adalah salah satu pihak dipaksa mengubah keyakinannya agar perkawinan sah di mata hukum. Praktik pemaksaan dalam perkawinan ini dilakukan hanya untuk memenuhi syarat formil UU Perkawinan.
Hal inilah yang kemudian memantik Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS) yang dinisiasi Ade Armando dkk meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan judicial review terhadap sejumlah pasal dalam UU Perkawinan sehingga memberi ruang bagi perkawinan beda agama.
PIS pun berinisiatif memulai petisi lewat situs Change.Org mengajak serta masyarakat menggaungkan perubahan UU Perkawinan agar tidak ada lagi warga yang dipaksa mengubah agamanya demi bisa menikahi kekasihnya seperti praktik yang lazim terjadi di tengah masyarakat selama ini.
Ketua PIS, Ade Armando menyatakan mengapa kita tidak mau berempati bahwa bukan hal yang mudah bagi salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama untuk menundukkan diri terhadap agama pasangannya?
Bukankah keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan harus berangkat dari kesadaran diri yang mendalam dan secara sukarela, bukan paksaan eksternal?
Apalagi, ketetapan tentang pelarangan nikah beda agama sebenarnya tidak disepakati secara mutlak oleh semua ahli agama.
"Dalam Islam misalnya, ada beragam tafsiran tentang kesahan pernikahan beda agama. Tidak bisa dipungkiri ada tafsiran yang mengizinkan pernikahan beda agama. Pandangan ini juga merujuk ayat Al-Quran dan pengalaman sejumlah sahabat Nabi Muhammad," jelas dosen Universitas Indonesia ini di kanal YouTube Cokro TV, dikutip pada Selasa (28/6/2022).
Karena ini adalah soal interpretasi, selayaknya UU Perkawinan mengakomodasi pasangan yang berpandangan bahwa perkawinan berbeda agama adalah perkara yang dibolehkan.
Bagi mereka yang menganggap pernikahan beda agama dilarang sesuai keyakinannya, mereka dapat memilih untuk tidak menikah beda agama.
Sebaliknya, bila ada yang menganggap pernikahan beda agama sah menurut keyakinannya, sepantasnya mereka dapat melaksanakan pernikahannya.
PIS berharap para Hakim MK yang terhormat mau mempertimbangkan gejala-gejala sosial yang terjadi di tengah masyarakat bagi perbaikan UU Perkawinan.
"Pernikahan adalah hak asasi dan merupakan perintah dari Allah SWT. Karenanya, pelaksanaannya tidak boleh dilarang oleh siapa pun," pungkas Ade.
Petisi ini telah ditandatangani oleh lebih dari 787 orang, disinyalir akan terus bertambah. (dra/fajar)