”Begitu pula putranya. Anda tidak akan mendapat dalih apa pun dari saya. Jangan melihat masa lalu dengan kemarahan atau nostalgia,” ucapnya.
Ayahnya memerintah Filipina sejak 1965 selama dua dekade. Hampir separonya berada di bawah darurat militer. Kondisi itu membantunya memperluas cengkeraman pada kekuasaan hingga dia digulingkan dan keluarganya mengasingkan diri selama revolusi people power pada 1986.
Selama dia berkuasa, ribuan penentangnya dipenjara, tewas, atau hilang. Nama keluarganya identik dengan kronisme, pemborosan, dan hilangnya miliaran dolar uang negara. Keluarga Marcos telah membantah melakukan penggelapan.
Ratusan aktivis diperkirakan akan melakukan aksi untuk menentang pelantikan Marcos Jr. Mereka gusar dengan kampanye yang dibantu jaringan kuat para pendukung dan pemengaruh di media sosial yang bertekad untuk menghilangkan narasi sejarah era Marcos.
Mantan senator dan anggota kongres itu mengampanyekan slogan bersama, kita akan bangkit kembali, untuk mengenang kekuasaan mendiang ayahnya, yang disebut oleh keluarga dan pendukungnya sebagai masa keemasan Filipina, sebuah negara bekas koloni AS.
Para pemilih berharap dia memenuhi janji untuk menciptakan lapangan kerja dan menurunkan harga-harga di negara berpenduduk 110 juta jiwa itu, yang hampir seperempatnya berpenghasilan kurang dari 2 dolar AS (sekitar Rp 30 ribu) per hari.
Dalam pidatonya yang berlangsung 30 menit, Marcos Jr berjanji melakukan reformasi pendidikan, meningkatkan kecukupan pangan, infrastruktur, pengelolaan limbah dan pasokan energi, serta memberikan dukungan penuh kepada jutaan pekerja Filipina di luar negeri.