Karena itu, Yayasan ACT diduga tidak merealisasikan dan menggunakan seluruh dana CSR dari Boeing dan memanfaatkannya untuk urusan lain. ”Pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf pada Yayasan ACT,” tegas Ramadhan. Lebih dari itu, dana tersebut juga digunakan untuk menunjang fasilitas dan aktivitas pribadi Ahyuddin dan wakilnya.
Jenderal bintang satu Polri itu pun mengungkapkan, Yayasan ACT tidak hanya diberi kepercayaan mengelola dana CSR oleh Boeing. Mereka juga mengelola CSR dari beberapa perusahaan. Kemudian, mengelola donasi dari masyarakat dan berbagai lembaga serta instansi level nasional maupun internasional.
Secara keseluruhan, lanjut Ramadhan, setiap bulan Yayasan ACT memperoleh donasi sekitar Rp 60 miliar. ”Dan langsung dipangkas atau dipotong pihak Yayasan ACT sebesar 10–20 persen,” jelas dia. Bila dirupiahkan, nilainya mencapai Rp 6 miliar–Rp 12 miliar. ”Untuk keperluan pembayaran gaji pengurus dan seluruh karyawan,” tambahnya.
Pasal yang diduga dilanggar pihak-pihak terkait adalah pasal penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan, pasal pidana informasi dan transaksi elektronik, serta pasal tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang. Di antaranya, Pasal 372 KUHP, Pasal 374 KUHP, dan Pasal 3, 4, serta 5 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Terungkapnya indikasi penyimpangan dana sumbangan di Yayasan ACT terus menjadi sorotan banyak pihak. Salah satunya, Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Dia menyebut kasus ACT bisa menjadi pintu masuk untuk membuat regulasi pengawasan aktivitas lembaga filantropi di Indonesia.