Polisi Selidiki Kasus Dugaan Penggelapan Dana Yayasan ACT, Sebulan Bisa Ngumpulin Dana Segini…

  • Bagikan
Ilustrasi ACT

Presiden ACT Ibnu Khajar. (Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com)
Mu’ti menyebutkan, hingga saat ini pengelolaan dana umat tidak diawasi lembaga khusus atau peraturan perundang-undangan. Sangat mungkin itulah yang membuat lembaga filantropi seakan bebas dan merasa tidak bersalah menggunakan dana umat untuk kebutuhan lain di luar kepentingan kemanusiaan.

Mu’ti membandingkan lembaga pengelola keuangan hingga bisnis yang diawasi secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut dia, metode pengawasan berlapis-lapis semacam itu bisa diterapkan pula pada lembaga sosial pengelola dana umat. ”Misalnya terkait berapa gaji komisaris, berapa gaji direksi, itu OJK mengawasi,” ungkapnya kepada Jawa Pos kemarin (9/7).

Selama ini, kata Mu’ti, kebanyakan pelaporan dana dan pemeriksaan pengelolaan keuangan yayasan filantropi adalah lembaga akuntan publik. Itu pun sifatnya administratif. Sedangkan hal lain yang bersifat etik sering luput dari pelaporan dan pemeriksaan. ”Dan bisa saja mereka (akuntan publik, Red) mengatakan secara keuangan WTP (wajar tanpa pengecualian, Red),” ujarnya.

Ke depan, Mu’ti mengusulkan ada lembaga khusus yang tugasnya mengawasi lembaga filantropi. Dia mencontohkan, lembaga yang sudah ada dan melekat di birokrasi seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Pengawas khusus di lembaga tersebut dipilih DPR. ”Uang triliunan kalau tidak ada yang mengawasi, yang namanya uang, orang senang dengan uang,” tuturnya. (jawapos)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan