Berkaca dari pelanggaran MoU itu, juga kasus dibebaskannya majikan mendiang Adelina, Anis mendorong agar pemerintah Indonesia mengambil sikap tegas terhadap Malaysia. Dia sepakat bila akhirnya pemerintah memutuskan untuk melakukan moratorium penempatan PMI di sana.
”Mungkin penghentian penempatan ini tidak hanya di sektor domestik. Tapi, juga di sektor lain,” ungkapnya.
Kebijakan itu bisa diterapkan pemerintah Indonesia selama Malaysia masih mengambil sikap tidak patuh terhadap MoU dan bermain nakal di bawah meja. Sebab, SMO sudah terbukti sangat merugikan lantaran memiliki banyak celah yang bisa dimanfaatkan sindikat trafficking.
MoU Indonesia-Malaysia
Pada April lalu, pemerintah Indonesia dan Malaysia menandatangani nota kesepahaman atau MoU tentang penempatan dan perlindungan PMI sektor domestik atau asisten rumah tangga di Malaysia. Dalam nota kesepahaman tersebut, disepakati bahwa semua proses penempatan, pemantauan, dan kepulangan PMI di Malaysia akan diatur dalam mekanisme satu kanal atau one channel system. Dengan begitu, pemerintah Indonesia bisa memantau PMI yang bekerja di sana, termasuk siapa majikannya.
Kesepakatan lain adalah soal besaran upah minimum PMI (RM 1.500) dan pendapatan minimum calon pemberi kerja (RM 7.000). Penetapan pendapatan minimum bagi calon pemberi kerja itu bertujuan memastikan gaji PMI benar-benar terbayar.
Lalu, nanti PMI hanya bekerja di satu tempat/rumah. PMI dengan jabatan housekeeper dan family cook bekerja kepada pemberi kerja dengan jumlah keluarga maksimum enam orang dalam satu tempat/rumah. Mereka pun hanya mengerjakan tugas sesuai rekrutmen awal. Bila membutuhkan child caretaker atau elderly caretaker, pemberi kerja dapat merekrut PMI lainnya dengan jabatan tersebut.