FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Jagat media sosial kini digemparkan fenomena Citayam Fashion Week (CFW). Mereka sekumpulan remaja belasan tahun yang mayoritas berasal dari daerah Citayam, Depok, dan Bojong Gede.
Para remaja Citayam bergerombol di kawasan Mass Rapid Transit (MRT) Dukuh Atas di Jakarta untuk mencari teman, pacar, atau sekedar bercengkerama menghabiskan waktu libur.
Cikal bakal ketenaran mereka bermula dari konten Tiktok yang memperlihatkan wawancara jalanan dengan sepasang remaja yang nongkrong di kawasan stasiun MRT Dukuh Atas.
Gaya fashion nyentrik nan unik dengan bahasa yang penuh jargon berhasil mengundang tawa dan menjadi pusat perhatian khalayak umum.
Area tersebut menjadi tempat mengekspresikan diri melalui tarian dan busana yang beragam dan acap kali mengadakan pagelaran busana di zebra cross jalanan.
Bak street fashion, CFW digadang-gadangkan menciptakan subkultur jalanan baru di Indonesia.
Berkaca dari street fashion Asia, berbagai kawasan jalanan berhasil menjadi pusat lahirnya subkultur jalanan baru.
Stasiun Harajuku di Tokyo, Jepang, menjadi street fashion ikonik yang dipopulerkan oleh anak muda Jepang pada 1964. Dikutip dari laman Ryusei, Harajuku merupakan surganya para fashionista, musisi, ahli tekhnologi, kolektor mainan, cosplayer, bahkan otaku anime.
Kawasan Harajuku dapat berkembang pesat karena tempat itu juga menyediakan distrik perbelanjaan bagi anak muda yang mencari barang-barang unik. Sehingga berhasil menjadi cikal bakal lahirnya salah satu subkultur terbesar dunia yaitu cosplay.
Anak muda Seoul di Korea Selatan pun, mempunyai ruang temu yang trendi. Salah satu yang terkenal adalah Hongdae Street, tempat yang kerap dihiasi ragam festival seni jalanan dan konser musik.
Serupa dengan Harajuku, Hongdae menawarkan berbagai tempat belanja aksesori, sepatu, dan pakaian dengan harga terjangkau.
Masih di Korea Selatan, Gangnam Stayle tentu tidak asing lagi bagi masyarakat dunia.
Mengutip laman cantika.com, Gangnam merupakan daerah paling makmur di seluruh Seoul, terdapat beragam toko mode yang menjual pakaian trendi, topi, hingga sepatu modis.
Di Gangnam, anak muda bergaya dengan gaun mini bahkan transparan, dengah kaus kaki panjang.
Ada pula yang mengenakan pakaian serba longgar, baik celana, kaus kaki, dan jaket. Anak muda Gangnam bebas mengekspresikan diri mereka.
Mampukah CFW melahirkan subkultur baru di jakarta ?
Fenomena CFW memang tidak lepas dari kritikan, anak muda yang bergerombol menghambat jalannya pengunjung lain dan sampah berupa plastik sisa jajanan serta puntung rokok membuat kawasan Dukuh Atas kehilangan keindahan.
Namun, anak muda CFW menjadi representasi dari kelompok pinggiran yang mampu bergaya tanpa mengeluarkan dana besar. Selain itu, mereka juga menjadi pelopor kembalinya ruang publik bagi semua kalangan.
Pandangan miring terhadap mereka hanya bisa diatasi dengan sosialisasi berkelanjutan untuk menjaga kebersihan dan ketertiban di MRT Dukuh Atas dan memfasilitasi mereka untuk berkreativitas. Sehingga mampu menjadi magnet lahirnya subkultur baru di Jakarta dan menggebrak fesyen dunia. (Multazim/fajar)