FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Dunia dalam status darurat cacar monyet dengan lebih dari 17 ribuan kasus di seluruh dunia. Dari hasil penelitian, ternyata strain virus cacar monyet tahun 2022 berbeda dengan varian sebelumnya.
Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Robert Sinto, menyebutkan, virus cacar monyet telah bermutasi dengan sangat cepat. Data tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh sekelompok peneliti di Amerika Serikat.
Bahwa pada tahun 2022 rata-rata ditemukan 50 mutasi strain baru Monkeypox dibandingkan dengan tahun 2018 sampai 2019. Mutasi ini, kata dr. Robert, terlihat dari perbedaan karakteristik antara Monkeypox di negara endemis dengan negara nonendemis.
Negara endemis yaitu antara lain Kamerun, Benin, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone.
“Itu kenapa muncul hipotesis mengapa tampilan klinisnya agak berbeda dengan tampilan klinis yang kita temukan di Africa dalam beberapa bulan terakhir,” kata dr. Robert Sinto dalam keterangan Kementerian Kesehatan, Rabu (27/7).
Apa saja perbedaan gejala varian saat ini?
Sebelumnya, kata dia, gejala Monkeypox di negara endemis terlihat dari lesi (luka) kulit yang menyebar di seluruh tubuh. Namun, setelah terjadi mutasi, lesi kulit hanya terlihat di beberapa bagian tubuh saja seperti mulut, telapak tangan, muka, dan kaki.
Perbedaan lainnya, Monkeypox di Afrika dapat menginfeksi semua kelompok umur mulai dari anak-anak hingga lansia. Sementara karakteristik Monkeypox di negara nonendemis, kasus Monkeypox didominasi oleh laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 37 tahun.