“Penyebab utama krisis iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil. Kita perlu mempercepat transisi, adil dan merata menuju teknologi energi bersih terbarukan, bukan memperpanjang umur industri bahan bakar fosil seperti penggunaan hidrogen, gas fosil dan penangkapan karbon. Teknologi ini justru mengarah pada produksi bahan bakar fosil lebih besar” kata Nacpil
Amonia dan hidrogen sedang dipromosikan sebagai bahan bakar alternatif yang menjanjikan untuk dekarbonisasi produksi listrik. Gas fosil, yang biasa disebut dengan gas alam atau LNG dalam bentuk cairnya, merupakan bahan bakar fosil yang disebut-sebut lebih bersih dari batu bara. Bentuk paling umum dari produksi hidrogen melibatkan penggunaan proses yang disebut steam reforming yang menggunakan LNG sebagai sumber bahan bakar dan masih memancarkan gas rumah kaca.
“Transisi energi dari batubara ke LNG itu adalah solusi palsu dan merupakan kemunduran negara termasuk Jepang dalam mengatasi perubahan iklim. LNG itu bukan energi berkelanjutan karena itu juga berasal dari energi fosil bahkan bisa jadi ternyata emisi yang dihasilkan akan sama atau bahkan lebih besar dibandingkan batubara. Selain itu, di Indonesia sendiri rencana pembangunan terminal LNG juga sudah menuai banyak protes karena rencananya akan dibangun di kawasan Tahura Mangrove yang rehabilitasinya dulu dibiayai oleh Jepang sendiri” kata Suci Fitria Tanjung , Direktur Eksekutif WALHI Jakarta
“Kami dengan tegas menuntut agar Jepang tidak mendanai solusi palsu yang hanya beralih dari energi fosil ke energi fosil lainnya dan menghentikan semua pendanaan energi fosil termasuk LNG, amonia, dan hidrogen. Tidak ada waktu lagi untuk mencari solusi yang jelas-jelas menjauhkan dunia dari transisi energi bersih, Jepang harus mendukung transisi energi bersih dan berkelanjutan” tambah Suci Fitria