FAJAR.CO.ID, POSO– Poso di tahun 1998 hingga 2001 adalah daerah konflik. Bermula dari bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum berkembang menjadi kerusuhan bernuansa agama.
Konflik Poso, Sulawesi Tengah sendiri diselesaikan lewat Deklarasi Malino, 20 Desember 2001. Inisiatornya, Jusuf Kalla (JK) yang saat itu menjabat sebagai Menko Kesra.
Keterlibatan JK di Poso rupanya tak berhenti di situ. Tiga tahun berselang, JK kembali datang dengan perusahaan PT Poso Energi (anak usaha Kalla Group) untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Kini sudah ada tiga PLTA yang beroperasi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Masing-masing PLTA Poso dengan kapasitas 195 Mega Watt (MW) dan PLTA Poso 1 120 MW.
Dan yang terakhir PLTA Poso 2 200 MW diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (25/02/2022). Kini PLTA Poso, dengan kapasitas 515 MW menjadikannya pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) terbesar di Indonesia Timur.
Selain PLTA Poso Energy 515 MW terletak di Poso, Sulawesi Tengah. Kalla Group juga meresmikan PLTA Malea Energy 90 MW di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
Beberapa bulan sebelum peresmian, Fajar.co.id berkesempatan mengunjungi PLTA Poso di Sulewana, Poso, Sulawesi Tengah.Tepatnya setahun yang lalu, pada tanggal 1 Oktober 2021.
Saat itu ada kunjungan kerja spesifik Komisi VII DPR RI ke proyek PLTA Poso. Jusuf Kalla hadir langsung dalam kunjungan itu bersama direksi PT Poso Energi lainnya.
JK saat memberikan pemaparan di acara kunjungan kerja itu mengungkapkan alasan pihaknya membangun PLTA di Poso.
“Ini merupakan proyek PLTA pertama yang kami bangun. Kenapa di Poso? Selain karena potensinya, kami ingin membuktikan saat itu Poso sudah aman,” kata JK saat itu.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 itu mengungkapkan dengan hadirnya PLTU juga menggerakkan perekonomian warga setempat. Lapangan kerja terbuka dan pemenuhan energi di Poso dan sekitarnya.
JK bercerita membangun PLTA di Poso tidaklah mudah. Bahkan butuh waktu 7 tahun untuk menyelesaikan PLTA Poso.
“Awal kita bangun di Poso, PLN dan pihak bank saja tidak percaya. Sehingga 50 persen di awal kita kuras seluruh sumber daya kita sendiri untuk memperlihatkan kemampuan kita,” cerita JK.
JK menyebut PLTA Poso dibangun dengan semangat Merah Putih. Hanya turbin yang diimpor dari luar negeri. Sisanya, baik material hingga SDM mengandalkan dalam negeri.
Khusus SDM, JK bilang semua yang dipekerjakan merupakan insinyur berpengalaman. Bahkan beberapa diantaranya harus dikirim keluar negeri untuk menimba teknologi.
“Kita semangat merah putih saja. Kalau bangsa ini fokus dan mau mandiri serta membuka diri, kita bisa maju. PLN saya kira juga mampu, karena kita juga pekerjakan beberapa pensiunan PLN,” sebutnya.
Jusuf Kalla menyebutkan biaya untuk membangun kedua PLTA berkapasitas total 515 MW ini mencapai USD 1,2 miliar atau Rp17,1 triliun (kurs Rp14.300 per dolar AS). Angka ini umumnya dua kali lipat dari PLTU.
Dia juga membeberkan pengerjaan PLTA ini menyerap hingga 2.000 tenaga kerja. Sebanyak 80 persen dari pekerja ini berasal dari warga lokal.
"Memang secara investasi di awal ini besar kalau pengembangan EBT. Hanya saja, secara operasionalnya kedepan jauh lebih murah. Sedangkan jika PLTU, investasi di depannya memang murah namun ongkos operasionalnya mahal," terangnya.

Dukung Energi Hijau
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan PLTA Poso Energy dan PLTA Malea Energy di Poso, Jumat (25/2/2022) mengatakan hadinya PLTA ini mendukung energi hijau atau EBT.
"Kita tahu sekarang global mendesak, mengajak, memberikan spot kepada semua negara untuk menggeser pemakaian energi fosil, utamanya batu bara untuk masuk semuanya ke energi hijau," kata Jokowi dikutip dari channel YouTube Setpres.
Dalam kesempatan itu, Jokowi mengakui perjuangan Jusuf Kalla membangun PLTA tidaklah mudah. Dari perizinan PLN saja membutuhkan wakut lima tahun.
Gubernur Sulawesi Tengah Rusdy Mastura menambahkan hadirnya PLTA Poso sebagai mewujudkan kemandirian energi di Sulawesi Tengah.
"Listrik adalah kebutuhan masa depan Sulawesi Tengah. Kita mendorong investasi dan industri digerakkan karena itu kehadiran sumber daya energi adalah kunci masa depan Sulawesi Tengah," ujarnya
Lebih lanjut, Rusdy Mastura menambahkan PLTA Poso akan membuat Poso dikenal sebagai sumber energi baru yang menerangi Sulawesi Tengah, bahkan nasional.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menjelaskan pembangkit yang memanfaatkan aliran air Sungai Poso ini hadir bertepatan dengan momentum banyak industri smelter yang masuk ke sistem kelistrikan PLN di Sulawesi bagian selatan.
Kebutuhan industri pada listrik hijau sebagai salah satu syarat ekspor, dapat dipenuhi dengan masuknya PLTA Poso dalam sistem Sulawesi.
"PLN berkomitmen untuk terus mendukung perkembangan industri, khususnya industri pengolahan hasil tambang, dengan memberikan pilihan energi bersih yang dapat diandalkan," katanya.
Nantinya, pembangkit ini masuk dalam pengawasan PLN Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran (UIKL) Sulawesi.
Darmawan menyebut peran PLTA Poso sebagai pembangkit peaker didukung oleh beberapa faktor. Pertama, pembangkit ini memiliki live storage cukup besar yaitu Danau Poso. PLTA ini dilengkapi dengan regulating dam yang bisa mengatur debit keluaran dari Danau Poso. Alhasil, pembangkit ini dapat beroperasi dengan kapasitas penuh pada jam puncak sepanjang tahun.
PLTA Poso juga mampu start-stop dengan cepat, ditambah dengan sinkronisasi yang dapat dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit. Alhasil pembangkit mampu merespons perubahan beban dengan cepat sehingga memperbaiki kualitas listrik pada sistem jaringan.
Berbeda dengan PLTA umumnya yang menggunakan konsep waduk, PLTA Poso menggunakan sistem pengelolaan run-off river (ROR). Sistem ini tetap mempertahankan aliran sungai selama 24 jam, hanya menggunakan bendungan atau tanggul berukuran cukup kecil sebagai penahan atau gerbang air.
"Kita hanya pinjam, air sungainya kita diversi sedikit ke sekitar sisi sungai, kita terjunkan ke turbin, kemudian kembalikan lagi pada sistem sungai," terangnya.
Dari aspek pengembangan energi terbarukan, PLTA Poso berkontribusi sekitar 10,69 persen dari total bauran EBT sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan.
PLTA Poso lanjut Darmawan, menjadi salah satu proyek dengan kapasitas besar, menjadi peaker dan follower di sistem kelistrikan Sulawesi.
Pembangkit ini juga mampu menurunkan biaya produksi listrik sehingga menjadi bukti pengembangan EBT makin kompetitif. Pembangkit ramah lingkungan ini telah terinterkoneksi dengan saluran transmisi 275 kV ke Provinsi Sulawesi Selatan.
Tak hanya itu, PLTA Poso juga telah tersambung dengan saluran transmisi 150 kV dari pembangkit ke Kota Palu, Sulawesi Tengah.(mirsan/fajar)