FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Megaproyek Bendungan Paselloreng di Kabupaten Wajo telah diresmikan presiden, tapi proyek strategis nasional itu masih menyisakan masalah.
Menurut LBH Makassar, terdapat lahan masyarakat yang belum diganti rugi, penerima ganti rugi yang salah sasaran, dan ketidakjelasan objek-objek pengadaan tanah. Sehingga menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Kami melihat proses pengadaan tanah ini dilakukan secara tertutup dan tidak partisipatif. Akibatnya, proses pengadaan tanah ini menuai banyak persoalan, banyak masyarakat yang protes karena proses ganti rugi lahan bermasalah," tutur pengacara publik LBH Makassar, Ady Anugrah, dalam keterangan tertulis, Minggu, (21/8/2022).
Ady menjelaskan, BPN Wajo seharusnya membuka peta lokasi pengadaan tanah dan peta bidang tanah dalam megaproyek Bendungan Paselloreng agar prosesnya bisa lebih transparan.
"Kami menantang BPN Wajo membuka peta lokasi pengadaan tanah, peta bidang tanah, menjelaskan objek mana saja yang masuk pembebasan dan siapa subjeknya sehingga semua menjadi terang dan jelas," pungkas Ady.
LBH Makassar menilai, tata kerja panitia pelaksana pengadaan tanah harusnya mengacu pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Di mana dalam Pasal 2 Undang-undang tersebut, berbunyi pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, keterbukaan dan keikutsertaan.
Selain itu, masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum juga diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 19 Tahun 2021.