Sebut Irjen Ferdy Sambo Tidak Layak Jadi Jenderal, Ruslan Buton: Peristiwa 2022 Jenderal Bantai Ajudan

  • Bagikan
Eks TNI Ruslan Butn sindir Ferdy Sambo-@kr1t1kp3d45_pro-Twitter

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Mantan perwira TNI Ruslan Buton baru-baru ini melontarkan sindiranya kepada Irjen Ferdy Sambo.

Lontaran sindiran Ruslan Buton kepada Ferdy Sambo diketahui melalui video yang diunggah pada akun media sosisal Twitter @kr1t1kp3d45_pro pada Kamis, 25 Agustus 2022.

Dalam video tersebut, Ruslon mengatakan jika Ferdy Sambo tidak layak menjadi jenderal karena perbuatanya yang dinilai kejam.

Sebagaimana diketahui, jika Ferdy Sambo merupakan tersangka pembunuhan Brigadir J, mantan kadiv Propam tersebut terancam hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup dengan dijerat pasal 340 KUHP.

"Sambo ini b**n hanya pangkatnya tapi saya tidak lihat dia seorang Irjen. Dia seorang bn, bengis, bb, keji itu ada didalam dirinya sambo," ucap Buton ditulis pada Jumat, 26 Agustus 2022.

Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Buton turut menyinggung kasus pembataian para Jenderal oleh para komunis pada tahun 65.

"Dia lebih b*b dari PKI, peristiwa tahun 65 para jenderal dibantai secara sadis oleh komunis. Peristiwa 2022 Jenderal bantai ajudan," ungkapnya

Buton secara terus terang jika ada seorang yang tersinggung dengan pernyataanya mengenai Ferdy Sambo berarti orang tersebut merupakan komplotanya.

Mantan TNI tersebut menjelaskan alasanya menyuarakan tersebut sebagai bentuk cinta dan peduli kepada kepolisian.

Seperti diketahui, karir Ruslan Buton berakhir setelah terlibat dalam kasus pembunuhan seorang warga yang bernama La Gode pada 27 Oktober 2017. Diketahui La Gode merupakan petani cengkeh yang mencuri singkong parut sebanyak 5 kilogram atau harganya sekitar Rp 20 ribu.

Setelah itu, La Gode ditahan di pos Satgas dan Ruslan beserta rekan-rekannya menjalankan penganiayaan kepadanya hingga dinyatakan meninggal dunia.

Ia ditangkap di Jalan Poros, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara. Ruslan dipecat dari anggota TNI AD pada 6 Juni 2018 dan mendapatkan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dari Pengadilan Militer Ambon.

Sebelumnya, Ferdy Sambo dipecat dari institusi Polri atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Sanksi pemecatan Ferdy Sambo dijatuhkan dalam sidang kode etik oleh Komisi Kode Etik Polri pada Jumat 26 Agustus dini hari.

Ferdy Sambo dipecat lantaran melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.

"Pemberhentian dengan tidak hormat atau PTDH sebagai anggota Polri," kata Ketua Komisi Kode Etik Polri Komjen Pol. Ahmad Dofiri membacakan putusan sidang, Jumat dini hari, 26 Agustus 2022.

Pemecatan Ferdy Sambo dilakukan setelah Komisi Kode Etik Polri melaksanakan sidang kode etik yang berlangsung belasan jam. Dari Kamis pukul 07.00 WIB, hingga Jumat 26 Agustus dini hari.

Selain pemecatan, Ferdy Sambo juga dijatuhkan sanksi penempatan khusus atau patsus selama 21 hari di Mako Brimob.

Sanksi berikutnya pelanggaran etika karena melakukan perbuatan tercela.

Dalam hasil putusan sidang komisi kode etik Polri ini, Irjen Pol. Ferdy Sambo dinyatakan terbukti melanggar kode etik.

Di hadapan komisi sidang, Ferdy Sambo mengakui dan menyesali semua perbuatan yang telah dilakukan.

Ferdy juga mengajukan haknya untuk mengajukan banding dan siap dengan segala putusannya.

"Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan yang kami. Izinkan kami ajukan banding, apapun putusan banding kami siap menerima," kata Sambo.

Dalam kesempatan itu Sambo juga menyampaikan permintaan maaf kepada sejawatnya.

Disisi lain, Ferdy Sambo akui akan mengajukan banding.

"Kami mengakui semua perbuatan dan menyesali semua perbuatan kami. Izinkan kami ajukan banding, apapun putusan banding kami siap menerima," kata Sambo.

Ferdy Sambo diberi waktu tiga hari untuk mengajukan banding dalam bentuk banding tertulis.

Banding Ferdy Sambo nantinya akan diproses selama dua puluh satu hari.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, sesuai dengan Pasal 69, Ferdy Sambo dikasih kesempatan untuk menyampaikan banding secara tertulis 3 hari kerja.

"Selanjutnya sesuai dengan Pasal 69, nanti untuk sekretaris KEPP dalam waktu banding 21 hari akan memutuskan keputusannya, apakah keputusannya tersebut sama dengan yang disampaikan pada hari ini atau ada perubahan. Yang jelas yang bersangkutan sudah menerima apapun keputusan yang akan diambil sidang bandingnya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di TNCC Polri, Jakarta Selatan, Jumat 26 Agustus 2022.

Sidang etik Polri dipimpin oleh Kabaintelkam Polri Komjen Pol. Ahmad Dofiri. Dihadiri oleh Ferdy Sambo dan 15 orang saksi.

Kelimabelas saksi yang dimaksud Brigjen Pol. Hendra Kurniawan, mantan Karopaminal, Brigjen Pol Benny Ali, Eks Karoprovost, Kombes Pol Budhi Herdi, Kapolres Jakarta Selatan nonaktif, Kombes Agus Nurpatria, eks Kaden A Biro Paminal dan Kombes Susanto, eks Kabag Gakkum Roprovost Divpropam.

Lima saksi lainnya, yakni AKBP Ridwan Soplanit, AKBP Arif Rahman, AKBP Arif Cahya, Kompol Chuk Putranto, dan AKP Rifaizal Samual.

Dua saksi dari patsus yakni Hari Nugroho dan Murbani Budi Pitono.

Tiga saksi lainnya adalah tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf. (fin)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan