FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Ketua Cyber Indonesia, Husin Alwi Shihab beri tanggapan mengejutkan tahu Komnas HAM sebut pembunuhan Brigadir J bukan pelanggaran HAM berat.
Husin Shihab menyampaikan opininya pada sebuah kicauan melalui akun media sosial Twitter bernama @HusinShihab.
Ketua Cyber Indonesia itu memang terpantau aktif dalam memakai platform tersebut untuk menyuarakan pendapat pribadinya.
Kini Husin Shihab turut angkat bicara tentang pernyataan Komnas HAM yang bilang bahwa pembunuhan Brigadir J bukan pelanggaran HAM berat.
"Masyarakat kita masih ada yang blm bisa bedakan antara Pelanggaran HAM Berat/Ringan dengan Tindak Pidana Berat/Ringan," tulis Husin.
Lebih lanjut Ketua Cyber Indonesia itu juga turut menyindir orang-orang yang menganggap kasus KM 50 sebagai pelanggaran HAM berat.
"Jangan kayak Kadrun dong. Kasus KM 50 dianggap pelanggaran HAM berat," sindir Husin, 28 Agustus 2022.
Cuitan Husin Shihab mendulang 12 komentar, 38 retweets, dan 133 likes dari warganet sampai berita ini terbit.
Sebelumnya diketahui bahwa Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan bawah pembunuhan Brigadir J yang diotaki Irjen Pol. Ferdy Sambo bukan pelanggaran HAM berat.
"Ini bukan pelanggaran HAM berat (gross violations of human right) atau disebut state crimes," ujar Ahmad, 26 Agustus 2022.
"Jadi, meskipun tetap merupakan pelanggaran HAM, mestinya dibawa ke pengadilan pidana," lanjutnya.
Kendati demikian, kasus kematian Brigadir Nofriansyh Yoshua Hutabarat masih terdapat pelanggaran HAM karena pembunuhan dilakukan oleh aparat di luar hukum.
"Iya (pelanggaran HAM biasa), tapi bisa serius enggak? (Pasal) 340 bahkan bisa dihukum mati, dulu unlawful killing itu bisa gitu, unlawful killing kejahatan pidana berat sebetulnya, tapi tidak masuk state crime," kata Ahmad.
"Walaupun ini aparatur negara, ini beberapa orang yang melanggar aturan saja," tambahnya.
Ahmad Taufan lebih lanjut menyamakan kasus tewasnya Brigadir J dengan kasus tewasnya Laskar FPI di KM 50 Tol Cikampek.
Bagi Ketua Komnas HAM itu, kedua insiden tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Ini sama juga, mengapa dulu kasus Km 50 tidak kami simpulkan sebagai kasus pelanggaran HAM yang berat," terang Ahmad.
"Karena tidak ditemukan unsur state crime di dalamnya. Karena itu, kami sebut unlawful killing," sambungnya.
Berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, hanya pelanggaran HAM berat yang dapat dibawa ke pengadilan HAM ad hoc.
Ahmad Taufan menuturkan kasus pelanggaran HAM berat salah satu contohnya adalah kasus Paniai, Papua, dan kasus Aceh.
"Itu yang dinamakan pelanggaran HAM berat. Jadi kejahatan negara, ada desainnya, ada komandonya, ada strukturnya, dalam satu periode tertentu," beber Ahmad.
"Melakukan serangan ke masyarakat sipil, baik dalam bentuk pembunuhan, kekerasan, pembakaran, pengusiran, terhadap satu kelompok masyarakat sipil tertentu, kan unsur-unsur tersebut tidak dipenuhi dalam kasus tersebut," tutupnya. (fin)