FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- BBM bersubsidi yang baru-baru ini mengalami kenaikan harga menyisakan polemik di tengah masyarakat. Yang paling merasakan dampaknya, masyarakat menengah ke bawah.
Pasalnya, pendapatan sebagian masyarakat tidak berbanding lurus dengan kecocokan harga baru BBM. Dalam artian, masyarakat perlu umtuk bekerja lebih giat lagi jika ingin terus berlangganan dengan pertamina.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Rahman Syamsuddin melihat kenaikan BBM bersubsidi dari perspektif hukum, akan mendorong tingkat kriminalitas karena biaya hidup yang tinggi. Sementara Kebijakan kenaikan harga bahan bakar persis ditengah sulitnya mencari kerja.
"Belum lagi kebijakan pemerintah menaikkan pajak yang membebani masyarakat. Jika pelaku adalah kepala keluarga maka dengan segala cara berupaya mendapatkan uang baik dengan melakukan pencurian, perampokan dan tindak pidana lainnya," ujar Rahman kepada fajar.co.id (4/9/2022).
Rahman menambahkan, pemerintah menekan angka kemiskinan dengan melaksanakan Bantuan Langsung Tunai yang dalam prakteknya tidak tepat sasaran. Dan, bantuan sosial yang sering bermasalah dengan munculnya tindak pidana korupsi baru.
"Sebenarnya banyak hal yg bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban subsidi seperti pengalihan pengunaan beberapa kendaraan bermotor 2000 cc ke pertamax misalnya seperti yg diwacanakan sebelumnya dengan didahului kewajiban masyarakat menginstall my pertamina," beber Rahman.
Efesiensi dan efektifitas penggunaan anggaran pemerintah dan komitmen menurut Rahman, kuat memberantas tindak korupsi sesungguhnya. Bisa menunda upaya kenaikan harga BBM.