Event Makassar F8 Dituding Pengalihan Isu Proyek Mandek

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pengamat Pemerintahan, Luhur Prianto menilai kegiatan atau program yang dilakukan pemerintah kerap menjadi temuan dalam pelaksanaan. Misalnya, pada event F8 ini. Kegiatan tahunan Pemkot Makassar yang tadinya gratis, kini menjadi serba berbayar.

"Event ini lebih ke perayaan atau pesta milik Pemkot, bukan hajatan warga. Tetapi mobilisasi sumber daya milik warga juga terjadi," ujar Luhur, Rabu, 7 September.

Ia mengungkapkan, efek secara kepariwisataan dari kegiatan ini juga tidak tertata jelas. Hanya berdampak pada aktivitas perhotelan dan restoran. Terkesan mengalihkan isu terkait proyek-proyek mandek tahun ini.

"F8 mungkin salah satu cara yang paling ampuh untuk mendorong serapan anggaran Pemkot yang masih rendah," ucap Luhur.

Jika benar menggunakan anggaran publik, Luhur menyebut seharusnya digratiskan. Sebab Pemkot terkesan mempertontonkan keterampilan dalam membuat sebuah pertunjukan.

"Sesungguhnya karena (Pemkot Makassar) tidak punya lagi program nyata yang membanggakan," pungkas Dosen FISIP Unismuh ini.

Pengamat Pemerintahan lainnya, Arief Wicaksono mengutarakan, akses berbayar yang ditunjukkan F8 pada pelaksanaan tahun ini, sudah termasuk komersialisasi ruang publik. Padahal, konsep festival seharusnya membawa unsur riang dan gembira. "Di mana-mana, konsep festival itu tidak membebani masyarakat," tegas Arief.

Ia juga menyoroti mengenai transparansi pengelolaan anggaran event tersebut. Sebab, Pemkot Makassar bisa saja menggunakan metode proposal ke BUMN atau Perusda.

"Jangan sampai kemudian muncul kesan bahwa F8 ini program yang dipaksakan untuk masyarakat Makassar," nilainya.

Arief membeberkan, kebermanfaatan kegiatan ini bagi masyarakat menengah ke bawah terkesan kurang. Apalagi, tenant pengisi di lokasi harus berbayar.

"Kalau dipihakketigakan, berarti manfaatnya hanya untuk vendor-vendor yang menyediakan pelayanan," tegasnya.

Kondisi ini diyakini menimbulkan kecenderungan bahwa F8 hanya untuk mengejar PAD. Bukan mendukung UMKM atau usaha start up yang sedang dirintis masyarakat.

Anggota Komisi A DPRD Makassar, M Yunus menilai kebijakan memihakketigakan pengelolaan F8 terkesan ada keraguan Pemkot menggunakan APBD. Alhasil, pihak swasta yang mengelola pasti akan mengincar raupan untung dari fasilitas Pemkot ini.

"Malah kalau kita lihat harga tiketnya, itu lebih banyak untung dari pada modalnya," nilai Yunus.

Politikus Partai Hanura ini juga mengungkapkan, Pemkot seharusnya hadir di tengah keluhan masyarakat terkait mahalnya tiket masuk F8. Misalnya, meninjau ulang masalah tiket tersebut.

"Kalau biar masuk ke F8 harus bayar, aduh bagaimana ini pemerintah mau hibur masyarakatnya. Saya kira F8 ini harus dievaluasi untuk tahun depan," tukasnya.

Pengamat Pemerintahan dan Tata Kelola Keuangan Daerah, Bastian Lubis mengatakan, output dari F8 tidak jelas. Event yang ditaksir menghabiskan miliaran rupiah ini tidak memiliki keuntungan jangka panjang bagi Pemkot sendiri.

"Jadi kalau saya lihat F8 ini lebih pada tanda kutip pencitraan. Karena eventnya cuma sesaat saja. Kayak pasar malam," tutur Bastian, Rabu, 7 September.

Rektor Universitas Patria Artha ini memaparkan, setiap program pemerintah harus memiliki output yang jelas. Apalagi yang mengelola F8 tahun ini adalah pihak ketiga.

Ia mempertanyakan pendapatan yang sah dari program ini masuk ke kas daerah atau tidak. "Karena apapun itu yang dibuatkan SK atau kerja sama, harus masuk juga ke kas daerah. Tidak boleh seenaknya saja. Apalagi ini fasum yang dipakai," terangnya.

Pihak ketiga yang ditunjuk untuk mengelola Makassar International Eight Festival and Forum (F8), kata Bastian, jelas menggunakan fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) yang notabene milik masyarakat.

Menurutnya, ada risiko fasos bisa rusak yang berujung pada pembiayaan kembali oleh daerah. Belum lagi, masyarakat dibatasi untuk bisa menikmati pesta rakyat tersebut. Biaya masuk yang dibebankan tidak sedikit. Justru merugikan masyarakat.

"Misalnya mati rumput di sana. Ini kan ada pembiayaan dari pemerintah juga. Kemudian sampahnya. Jadi sangat minim sekali multipler effectnya untuk masyarakat," bebernya.

"Makanya tidak seenaknya saja kepala daerah mengambil suatu kebijakan. Jadi (event) ini harus masuk juga ke kas daerah. Karena yang membiayai itu daerah (penggunaan fasum dan fasos)," lanjut dia.

Sebelumnya, Wali Kota Makassar, Danny Pomanto mengatakan, Makassar F8 adalah muara ekonomi, muara industri kreatif, termasuk para UMKM.

“Tidak lengkap event internasional tanpa kebermanfaatan bagi UMKM kita, makanya setiap tahun kita beri ruang termasuk tahun ini,” ungkapnya, Rabu (31/08) lalu dalam keterangan tertulis yang diterima. (uca/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan