FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Politisi Partai Gerindra Fadly Zon melalui akun Twitternya pada Kamis (8/9) lalu membuat utas soal kenaikan harga BBM. Ia menyebut ada narasi menyesatkan di balik kenaikam BBM tersebut.
Menanggapi hal itu, Staf Khusus Kementerian Keuangan Prastowo Yustinus sigap membantah, dengan juga membuat utas di akun Twitter pribadinya.
“Saya bantah utas Pak @fadlizon (anggota DPR Fraksi @Gerindra). Saya perlu luruskan catatan Anda dalam ‘Narasi Menyesatkan’,” kata Prastowo Yustinus memulai utasnya, Jumat (9/9/2022).
Pemilik akun Twitter @Prastow ini bilang, bahwa sebenarnya tidak ada yang punya niat agar masyarakat tersesat soal kenaikan harga BBM ini.
“Saya rasa kita sepakat tidak ada yang mau membuat masyarakat tersesat. Kita kerja buat Republik tercinta,” tuturnya.
Prastowo membantah soal subsidi BBM yang disebut Fadly Zon di dalam APBN hanya sebesar Rp149,4 triliun, dari total subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun. Berbeda dengan pengakuan Sri Mulyani yang bilang Rp502T.
“Presiden dan Menkeu menyatakan Rp502T adalah subsidi energi, dan itu memang benar: Total untuk subsidi kompensasi BBM, listrik, dan LPG 3kg,” bantah Prastowo.
Lanjut Prastowo, Ia menyebutkan perlu diingat, bahwa setelah harga BBM dinaikkan pun, anggaran Rp502T tetap tidak cukup hingga akhir tahun.
“Dengan asumsi terendah ICP di angka US$97/barel, hingga akhir tahun masih diperlukan tambahan Rp89,3 T. Jauh lebih besar dibanding surplus hitung2an Anda di Rp14,8 T,” lanjutnya.
Sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai pemerintah seharusnya tidak perlu menaikkan harga BBM di tengah proses pemulihan ekonomi masyarakat pascapandemi Covid-19.
"Kebijakan ini penuh dengan tanda tanya. Apalagi, sejumlah narasi yang dibangun pemerintah untuk membenarkan kebijakan ini terbukti menyesatkan," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/9/2022).
Fadli Zon mencatat ada beberapa narasi menyesatkan terkait dengan kebijakan harga BBM dan subsidi pemerintah di bidang energi.
Pertama, Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah melontarkan pernyataan bahwa anggaran subsidi energi mencapai Rp502 triliun dan jumlah itu sangat membebani APBN. Pernyataan itu telah diprotes oleh banyak kalangan karena dianggap tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya.
"Nyatanya, subsidi BBM di dalam APBN kita hanya sebesar Rp149,4 triliun, dari total subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun," papar Anggota Komisi I DPR ini.
Kedua, pemerintah selalu mengatakan kenaikan harga minyak telah menambah beban APBN. Padahal meskipun tergolong net oil importer, setiap kenaikan harga minyak dunia sebenarnya ikut meningkatkan pendapatan pemerintah.
Fadli Zon mengutip Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, dengan produksi minyak mentah Indonesia yang mencapai 611.000 barel per hari, maka dengan tingkat harga minyak saat ini, pendapatan negara secara umum sebenarnya masih surplus sekitar Rp33,15 triliun.
Perhitungan tersebut kurang lebih senapas dengan hasil kajian INDEF pada Maret 2022, yang menyatakan bahwa kenaikan harga ICP (Indonesian Crude Price) USD1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp3 triliun, di mana pada sisi belanja negara akan memberi tambahan Rp2,6 triliun. Karena itu dengan kenaikan harga ICP, diperkirakan masih ada surplus sekitar Rp400 miliar.
"Jika mengacu pada skenario tersebut, selisih antara harga ICP sebagaimana diasumsikan APBN 2022, yaitu sebesar USD63 per barel, dengan harga riil ICP yang menyentuh rata-rata angka USD100 per barel, tidaklah otomatis menghasilkan kerugian. Selisih harga ICP sebesar USD37 per barel itu, menurut INDEF, justru telah menambah pendapatan negara sebesar Rp111 triliun. Dari sisi belanja memang mengakibatkan bertambahnya belanja negara, tapi jumlahnya menurut INDEF hanya sebesar Rp96,2 triliun. Sehingga, negara sebenarnya masih mengantongi surplus anggaran sebesar Rp14,8 triliun," ungkap Fadli Zon.(Arya/Fajar)