FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Di balik klaim meriah F8 tahun ini, ada pelaku-pelaku UMKM dan para pengunjung yang diam-diam "menderita".
Sejumlah keluhan mewarnai perhelatan pesta rakyat tahunan milik Pemkot ini. Meski dipihakketigakan atau diserahkan kepada swasta untuk mengelola F8, Pemkot dinilai tidak boleh lepas tangan.
"Ini akan kita tanyakan ke Pemkot. Buat apa itu semua pembayaran. Sementara F8 ini pakai fasum dan fasos. Itu keuntungannya masuk ke mana? Jangan sampai tidak ada feedback untuk Pemkot," ujar Anggota Komisi A DPRD Makassar, Anwar Faruq, Kamis, 8 September.
Menurut Legislator PKS ini, sejumlah biaya yang dibebankan kepada masyarakat, pengunjung, dan pelaku UMKM dianggap salah sasaran. Seharusnya, pelaku UMKM dan pedagang kecil menjadi prioritas utama. Mereka tidak layak dibebankan biaya.
"Harusnya mereka diutamakan, difasilitasi, dan lebih diperhatikan. Jangan sampai mereka terpinggirkan kemudian pedagang baru yang dikasih masuk," sambungnya.
Event F8, kata Faruq, semestinya menjadi momen pembangkit ekonomi kerakyatan. "Jangan hanya berorientasi kepada para pelaku usaha besar saja," tandasnya.
Tuai Keluhan
Pelaku UMKM yang menyewa booth F8 membayar biaya tidak sedikit. Panitia F8 membebankan Rp5 juta per booth, untuk sewa lima hari. Sayangnya, panitia tidak memperhitungkan kenyamanan pelaku UMKM.
Diketahui, panitia memberlakukan lokasi drop off barang cukup jauh dari lokasi booth. Alhasil, para pengisi booth memilih memotong melalui pagar. Para pedagang banyak yang naik ke taman, melewati pagar untuk mengangkut barangnya.