FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pemerintah menetapkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada hari Sabtu 3 September 2022.
Kenaikan harga BBM ini disinyalir sebagai salah satu alasan beberapa pengendara mobil mulai tertarik untuk beralih ke penggunaan mobil listrik.
Dikutip dari Visual Capitalist, di tahun 2021 saja meskipun masih dalam kondisi pandemi, setidaknya terdapat 6,8 juta kendaraan listrik yang terjual di berbagai negara.
Faktor ramah lingkungan menjadi salah satu alasan yang paling populer sehingga banyak orang yang beralih ke kendaraan listrik.
Dalam survei tersebut, 54,8 persen anak-anak mengaku memaksa orang tuanya untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan menggunakan mobil listrik atau hybrid. Kemudian, 67,8 responden juga mengaku lebih memilih untuk memiliki mobil listrik daripada mobil berbahan bakar minyak.
Akan tetapi, masih timbul pertanyaan tentang kendaraan atau mobil listrik yang dianggap benar-benar ramah lingkungan.
Berikut empat fakta menarik terkait kendaraan listrik.
1. Diklaim Lebih Hemat Energi
Berdasarkan hasil riset dari lembaga Populix menunjukkan bahwa 77 persen dari 1.002 responden menilai kendaraan listrik sebagai otomotif ramah lingkungan.
Namun jika kita merujuk ke situs web resmi Kementerian Perindustrian, Dalam artikel berjudul Studi Mobil Listrik: Hemat Energi Hingga 80 Persen, rata-rata mobil listrik jenis hybrid diklaim lebih hemat BBM hingga 50 persen, sedangkan mobil listrik dengan sistem plug-in hybrid mampu menghemat BBM hingga 75 - 80 persen.
2. Kendaraan Listrik Belum Lepas Dari Bahan Bakar Fosil.
Meskipun kendaraan listrik berpotensi untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM). Di Indonesia sendiri dinilai belum mampu keluar dari penggunaan bahan bakar fosil meskipun sudah menggunakan kendaraan listrik.
Pasalnya kondisi saat ini, terkhusus di Indonesia, menunjukkan bahwa produksi listrik sebagai bahan bakar kendaraan listrik belum lepas dari pengolahan bahan bakar fosil yang juga merupakan bahan baku pembuatan BBM.
Merujuk analisis dari laman its.ac.id, Negara Indonesia disebut masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU untuk menghasilkan sumber energi listrik. Lebih lagi, Direktur Mega Project PLN Muhammad Ikhsan Asaad menyebutkan bahwa sampai tahun 2020 bahan bakar fosil masih digunakan di Indonesia sampai dengan 87,4 persen.
3. Pertimbangan Limbah Baterai Mobil Listrik.
Salah satu pertimbangan lain yakni limbah dari baterai mobil listrik itu sendiri yang diprediksi akan menjadi timbunan limbah nantinya.
merujuk tulisan Serge Pelissier berjudul Can Electric Vehicle Batteries be Recycled?, penelitian menunjukkan bahwa baterai kendaraan listrik sebaiknya hanya digunakan sekali saja. Artinya, baterai sekali pakai berpotensi menimbulkan timbunan limbah mobil listrik pada masa mendatang.
4. Kesiapan Infrastruktur
Pertimbangan terakhir dan yang paling urgent terkait masalah ketersediaan tempat pengisian bagi kendaraan listrik di tempat publik.
Saran tersebut disampaikan oleh laman electriccarsguide.com.au mengingat lonjakan pemilik kendaraan listrik di Australia yang tidak diiringi ketersedian tempat pengisian daya yang memadai. Terlebih lagi, terkadang pengisi daya telah tersedia, tetapi colokan atau port antara mobil dan pengisi daya tidak selaras.
(Erfyansyah/fajar)