FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pangkostrad Letjen TNI Maruli Simanjuntak membantah kasus mutilasi di Papua yang dilakukan oleh enam anggota TNI AD sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Menurutnya tindakan tersebut dilakukan tanpa perintah pimpinan, melainkan individu masing-masing.
“Oh beda, kalau pelanggaran berat itu menggunakan kekuatan institusi, itu pelanggaran HAM,” kata Maruli kepada wartawan, Jumat (16/9).
Maruli menilai, kasus mutilasi ini sebagai tindakan kriminal murni. Hanya kebetulan pelakunya adalah anggota TNI AD.
“Kalau ini kan kriminal, kejahatan maksud saya itu. Tidak memakai rantai komando, tidak menggunakan senjata punya negara,” jelasnya.
Sebelumnya, enam orang anggota TNI AD tekah ditetapkan sebagai tersangka kasus mutilasi dua warga sipil di Kampung Pigapu, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua. Dari seluruh tersangka, enam di antaranya ternyata seorang perwira TNI.
Mereka yang jadi tersangka yakni Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Kemudian berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC, dan Pratu R. Seluruhnya telah dikenakan penahanan.
“Di Tahanan Pomdam Cenderawasih,” kata Danpuspomad Letjen TNI Chandra W. Sukotjo saat dikonfirmasi, Senin (29/8).
Sementara itu, pelaku dari warga sipil sudah ditangani oleh pihak kepolisian. Mengenai motif pelaku sendiri, Chandra mengatakan saat ini masih dalam tahap penyelidikan oleh Pomdam Cenderawasih.
Jasad korban mutilasi itu ditemukan di Kampung Pigapu-Logopon, Kabupaten Mimika, Papua, Sabtu (27/8). (jpg/fajar)