Waspadai Kekerasan di Lingkungan Pondok Pesantren, PWNU Jawa Timur Bentuk Pos Koordinasi

  • Bagikan
Para pemimpin PWNU Jatim membentuk Pos Koordinasi untuk mencegah kekerasan. (PWNU for JawaPos)

FAJAR.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengajak kalangan pesantren meningkatkan sistem pengawasan dan penegakan kedisiplinan santri. Harapannya, tak ada lagi kasus kekerasan di lingkungan pesantren.

Sebelumnya, AM, 17, santri Pondok Pesantren Gontor Ponorogo menjadi korban pemukulan senior. AM meninggal dunia akibat kekerasan.

Salah satu yang dilakukan dengan membentuk Pos Koordinasi di 40 pesantren yang melibatkan pihak terkait. Dengan posko itu, diharapkan pesantren bisa terbantu dalam melakukan pengawasan, antisipasi, pencegahan, dan penanganan cepat dan terarah.

Melalui program itu, diharapkan memberi tambahan jaminan bagi wali santri akan keberadaan putra-putrinya di pesantren. Pondok pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang selama ini terbukti memberikan layanan pengajaran, pendidikan ilmu dan akhlak, hingga memberi motivasi kehidupan.

”Launching Posko Pesantren Ramah Anak akan dilakukan PWNU Jawa Timur dalam waktu dekat,” ujar Sekretaris PWNU Jawa Timur Akh. Muzakki, Rabu (21/9).

Kasus kekerasan di pondok pesantren merupakan peristiwa yang menyedihkan dan mengundang rasa prihatin. Bukan hanya bagi masyarakat pendidikan, juga bagi kalangan pengasuh pondok pesantren.

KH Abdussalam Shohib, pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar Jombang, menyatakan prihatin. Pihaknya pun mendukung upaya-upaya konkret agar masalah kekerasan dan perundungan anak tidak terjadi di pondok pesantren.

”Kita semua tentu prihatin, peristiwa itu merupakan semacam peringatan kepada semuanya, terlebih kepada NU yang banyak pesantrennya,” tutur Abdussalam Shohib, cucu generasi pendiri NU KH Bisri Syansuri.

Disadarinya, bagi para ulama pesantren, kini pengasuh pondok pesantren memerlukan suatu cara yang sungguh-sungguh bisa diandalkan untuk mengelola santri yang tinggal di pesantren. Semua bisa membayangkan pondok pesantren yang jumlah santrinya sampai belasan ribu, membutuhkan perhatian serius.

”Bisa dibayangkan bagaimana mengelola dan mengawasi sekian banyak santri, ini tentu bukan hal yang mudah. Tentu, pesantren telah membuat skema, manajemen dan lain sebagainya,” tutur Abdussalam Shohib.

”Kekerasan dalam bentuk apapun dan di manapun tidak dibenarkan. Norma agama dan peraturan perundang-undangan jelas melarangnya,” tambah dia.

Nahdlatul Ulama (NU) dikenal memiliki jumlah pesantren terbanyak dibanding ormas islam lainnya. Menurut data Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) atau Asosiasi Pondok Pesantren di bawah naungan (NU), di Jawa Timur, terdapat lebih dari 6 ribu pondok pesantren, yang dikelola dari generasi ke generasi.

”Memang, wujud pembelajaran di pondok pesantren saat ini telah mengalami banyak perubahan. Pada masa lalu hanya mengajarkan mengenai kitab kuning, sekarang juga mengadopsi kurikulum madrasah,” papar Abdussalam Shohib.

Untuk itu, dia berjanji posko akan segera dilaksanakan. Harapannya, tidak ada kekerasan dan korban jiwa di ponpes. (jpg/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan