Sementara itu Muhammadiyah dalam keputusan Tarjih ke-22 tahun 1989 telah mentarjihkan/menguatkan pendapat yang mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-muslimah atau ahlul kitab, dengan beberapa alasan, Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama dengan Ahlul Kitab yang pada zaman Nabi SAW.
"Ulama sepakat pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki muslim maupun perempuan muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan haram. Begitu juga pernikahan perempuan muslimah dengan musyrik, kafir atau kitabi hukumnya tidak sah dan haram," ujarnya.
"Pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan Kitabiyah (Yahudi atau Nasrani) ada perbedaan pendapat antara ulama salaf, namun ulama kontemporer khususunya ulama-ulama yang tergabung di ormas Islam di Indonesia sepakat hukum nikah beda agama secara mutlak tidak sah dan haram," pungkasnya. (fin)