Tragedi Stadion Kanjuruhan, Pakar Hukum UIN Alauddin Sebut Ada Kesalahan SOP

  • Bagikan
Pakar Hukum UIN Alauddin, Ramhan Syamsuddin

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR - Tragedi kerusuhan yang menelan ratusan nyawa di Stadion Kanjuruhan Malang menyita pehatian publik tanah air.

Penanganan aparat kepolisian dalam meredam massa suporter menjadi perhatian khusus. Pasalnya, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan dalam stadion.

Berdasarkan aturan FIFA yang tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 poin b, disebutkan bahwa sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa.

"Terkait kasus suporter sepak bola yang 182 meninggal di Malang, saya melihat ada kesalahan SOP yang dilakukan oleh panpel dan pihak keamanan," ujar Ramhan Syamsuddin kepada fajar.co.id (2/10/2022).

Pakar Hukum yang juga penggemar PSM Makassar itu sangat menyayangkan terjadinya tragedi pada derby Jawa Timur tersebut.

"Di saat prestasi bola Indonesia sedang mengalami trend positif, liga kita terjadi tragedi memilukan. Menurut aturan FIFA pasal 19 b soal pengaman di pinggir lapangan," lanjutnya.

No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used. Senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan.

"Seyogyanya aparat penegak hukum tidak mengunakan gas air mata namun mengunakan cara lain yang lebih humanis," lanjutnya.

Menurut Guru Besar UIN Alauddin itu, Polisi tidak bisa mengunakan peraturan Kapolri no 16 tahun 2006 tentang pengendalian massa tidak tepat digunakan.

Karena sepak bola punya aturan khusus FIFA, sesuai asas hukum lex specialis derogat lex generalis. Ketentuan khusus menyampingkan ketentuan umum.

"Ketua panitia pelaksana dan kelompok suporter bisa dikenakan pidana beserta aparat penegak hukum bisa diproses pidana. Jika tidak, sepak bola Indonesia bisa dihukum 8 tahun tidak bermain baik tingkat nasional dan internasional," tambahnya.

"Ketegasan Kapolri harus dilakukan sesuai instruksi Presiden Jokowi hari ini," sambung Rahman.

Rahman menambahkan, untuk kelompok suporter bisa dikenakan Pasal 406 ayat (1) KUHP pengrusakan tersebut terpenuhi, pelakunya dapat dihukum pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp4,5 juta.

"Jika terbukti ada penganiayaan maka bisa kena pasal 351, 354, 353, 355, yaitu delik penganiayaan. Untuk panpel dan aparat penegak hukum yang terlibat dalam pertandingan, dikenakan pasal kelalaian.

Yang dapat mengakibatkan kematian terdapat dalam Pasal 359 KUHP berbunyi, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun".

Lanjut Rahman, terkait pasal kelalaian yang menyebabkan kematian dalam Pasal 359 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, menjelaskan bahwa mati orang di sini tidak dimaksud sama sekali oleh terdakwa, akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan akibat dari kurang hati-hati atau lalainya pelaku.

"Hal adanya dugaan kelalaian panitia pertandingan dan APH yang ada. Sebagai pencinta sepak bola dan pendukung setia PSM tidak ingin lagi terjadi kemunduran sepak bola indonesia," pungkasnya. (muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan