Saman mempertanyakan dasar penetapan kliennya sebagai tersangka dan legal standing PT DDP sebagai pelapor kepada pihak kepolisian. Namun, pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Kasatreskrim Polres Mukomuko Iptu Susilo membenarkan adanya penetapan tersangka kelima petani tersebut. "Memang kelima petani tersebut ditetapkan tersangka setelah anggotanya melakukan gelar perkara,” ujar Susilo.
Untuk pasal yang diterapkan, kata dia, yaitu pasal 363 KUHP tentang tindak pidana pencurian. Sebab, kelima petani tersebut diduga melakukan pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
Selain itu, lanjut dia, berdasar hasil penyelidikan, pihaknya menemukan barang bukti yang cukup kuat untuk menetapkan kelima petani tersebut sebagai tersangka.
"Hasil penyidikan ditemukan cukup bukti sehingga hasil gelar perkara menetapkan beberapa tersangka dengan menyita barang bukti berupa TBS, alat tani, dan sebagainya,” terang Susilo.
Pada 1986, sebelum adanya Hak Guna Usaha (HGU) PT Bina Bumi Sejahtera (BBS), lahan yang menjadi lahan konflik merupakan wilayah adat Kecamatan Malin Deman. Hal tersebut dibuktikan dengan penguasaan lahan oleh masyarakat adat setempat dan lahan digunakan warga untuk menanam padi, kopi, dan jengkol, di Desa Talang Arah, Kecamatan Malin Deman.
Salah satu masyarakat adat yang mengelola wilayah tersebut yaitu Darmin, 65, menjelaskan pada 1991-1992 PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) mulai melakukan pengukuran lahan dan mulai melakukan penggusuran secara sepihak. Sebab, para petani yang menggarap lahan tersebut tidak mau menjual tanah yang telah kelola secara turun temurun.