FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Orang-orang kerap mencari tahu sendiri gejala penyakit apa yang dideritanya, atau apa obat yang cocok untuk bala yang menimpanya. Fenomena ini disebut self diagnosis.
Tidak mengherankan, informasi mengenai hal apa pun saat ini dengan mudah bisa diakses melalui internet. Tak terkecuali perihal kesehatan.
Self diagnosis adalah mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan diri sendiri, atau informasi yang didapatkan secara mandiri.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM), Rahmat Permadi, mengatakan, saat ini memang banyak informasi soal kesehatan mental yang berseliweran di internet. Apalagi di sosial media.
Namun dengan informasi yang mudah diakses itu, bukannya sampai pada kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, malah terjerembab pada titik yang memprihatinkan.
“Di satu titik agak memprihatinkan, karena motifnya itu cenderung berbeda. Ada kelakuan masyarakat sekarang yang cenderung meromantisisasi kesehatan mental,” jelasnya kepada Fajar.co.id, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Salah satu yang dimaksud Rahmat, soal self diagnosis. Menurutnya, di sosial media saat ini marak orang mengklaim dirinya punya gangguan mental.
Motifnya pun beragam, namun yang paling lazim kata Rahmat, karena ingin menarik perhatian orang-orang. “Kebanyakan motif utamanya lebih kepada menarik respon dari orang yang seliweran di sosial media,” katanya.
“Ini bukan kesadaran menurut saya, ini penyalahgunaan istilah kesehatan mental,” sambung Direktur Lembaga Layanan Psikologi Psikomorfosa ini.