Tidak cukup itu, Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga dilanggar, karena proses pemberhentian Hakim Konstitusi dilakukan atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, bukan Pimpinan DPR.
Selain itu, dalam rumpun peraturan perundang-undangan yang lain, tindakan Pimpinan DPR melalui forum rapat paripurna juga bertentangan dengan Pasal 10 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Adapun, aturan itu mewajibkan pejabat publik untuk taat pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam hal ini asas kepastian hukum dan
asas tidak menyalahgunakan kewenangan.
“Ditambah lagi dengan pernyataan absurd dari Ketua Komisi III DPR RI yang mengatakan bahwa alasan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto karena dianggap kerap menganulir produk legislasi DPR,” cetus Kurnia.
Oleh karena itu, keputusan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto oleh Pimpinan DPR melalui forum paripurna tidak berdasar hukum dan melanggar ketentuan peraturan-perundang-undangan kami anggap sebagai perbuatan maladministrasi.
“Kami mendesak Ombudsman harus segera memanggil Pimpinan DPR untuk menjelaskan lebih lanjut permasalahan pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto. Jika ditemukan malaadministrasi, maka Ombudsman harus merekomendasikan kepada Pimpinan DPR untuk segera membatalkan keputusan forum paripurna yang telah memberhentikan Hakim Konstitusi Aswanto,” pungkas Kurnia. (jpg/fajar)