Dari hasil investigasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ditengarai kedua zat tersebut merupakan cemaran. Bukan bahan baku tambahan yang digunakan pada formulasi dan proses produksi obat sirop.
Cemaran itu diduga berasal dari empat bahan baku tambahan, yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin/gliserol.
Empat bahan itu bukan bahan berbahaya atau dilarang dalam pembuatan sirup obat.
Bahkan telah digunakan sejak lama. Namun, baru dua yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Yaitu, sorbitol dengan kapasitas 154.000 ton per tahun dan gliserin sebesar 883.700 ton per tahun. Sedangkan propilen glikol dan polietilen glikol belum dapat diproduksi dalam negeri sehingga harus impor.
Kemenperin telah berkoordinasi dengan industri farmasi yang produknya mengandung cemaran EG dan DEG melewati ambang batas aman. Pihak industri menyatakan bahwa tidak ada penggunaan bahan baku EG maupun DEG pada proses produksi.
Karena itu, EG dan DEG diduga berasal dari cemaran bahan baku tambahan lain yang disebutkan di atas.
Sebagai tindak lanjut, industri akan menguji kandungan cemaran bahan baku pada laboratorium independen.
"Hal ini sejalan dengan komitmen industri farmasi untuk memproduksi produk obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu,” jelas Agus.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendesak pemerintah menaikkan status AKI menjadi kejadian luar biasa (KLB). Dengan begitu, penanganan bisa lebih optimal.
Pihaknya juga meminta dibentuk tim independen pencari fakta. Tim independen itu bertugas menelusuri lebih jauh penyebab gagal ginjal akut dan upaya surveilans ke daerah.